Label blog barry

Sabtu, 12 Juni 2010

ASKEP MENINGITIS

BAB II
TINJAUAN TEORITIS

A. Konsep Dasar Medis
1. Anatomi Fisiologi

Otak merupakan suatu alat tubuh yang sangat penting karena merupakan pusat operasi dari semua alat tubuh, bagian dari saraf sentral yang terletak dalam rongga kranium yang dibungkus oleh selaput otak yang kuat. Otak dibagi menjadi tiga bagian besar yaitu : serebrum, batang otak dan serebelum. Semua berada dalam suatu bagian struktur tulang yang disebut tengkorak, yang juga menjaga otak dari cedera. Empat tulang frontal, parietal, temporal dan oksipital. Pada dasar tengkorak terdiri dari tiga bagian fossa-fossa. Bagian fossa senterior berisi lobus frontal serebral bagian hemisfer, bagian tengah fossa berisi lobus parietal, temporal dan oksipital dan bagian fossa posteror berisi batang otak dan medula.
a. Meningen
Meningen terletak dibawah tengkorak. Komposisi meningen berupa jaringan serabut penghubung yang melindungi, mendukung dan memelihara otak. Meningen terdiri dari tiga lapisan, yaitu :
1) Duramater
Lapisan paling luar, menutup otak dan medula spinalis. Sifat duramater liat, tebal, tidak elastis, berupa serabut dan berwarna abu-abu. Bagian pemisah hura : flax serebri yang memisahkan kedua hemisfer dibagian longitudinal dan tentorium, yang merupakan lipatan dari dura yang membentuk jaring-jaring membran yang kuat. Jaringan ini mendukung hemisfer dan memisahkan hemisfer dengan bagian bawah otak (fossa posterior). Jika tekanan dalam rongga otak meningkat, jaringan otak tertekan kearah tentorium atau berpindah kebawah, dan keadaan ini disebut herniasi.
2) Arakhanoid
Membaran bagian tengah, membran yang bersifat tipis dan lembut ini menyerupai sarang laba-laba, oleh karena itu disebut arakhnoid. Membran ini berwarna putih karena tidak dialiri darah. Pada dinding arakhnoid terdapat pleksus khoroid, yang bertanggungjawab memproduksi cairan serebrospinal (CSS). Membran yang mempunyai bentuk seperti jari tangan ini disebut arakhnoid villi yang mengabsorbsi cairan serebrospinal (CSS). Pada usia dewasa normal, CSS diproduksi 500 ml/hari, tetapi 150 ml diabsorbsi oleh villi. Villi mengabsorbsi CSS juga pada saat darah masuk ke dalam sistem (akibat trauma, pecahnya aneurisme, stroke dan lain-lain) dan yang mengakibatkan sumbatan. Bila villa arakhniod tersumbat dapat menyebabkan hidrosepalus.
3) Piamater
Membran paling dalam, berupa dinding yang tipis, transparan yang menutupi otak dan meluas kesetiap lapisan daerah otak.
b. Serebrum
Serebrum terdiri dari dua hemisfer dan empat lobus. Subtansia grisea terdapat pada bagian luar dinding serebrum bagian dalam. Pada prinsipnya kompisisi substansia grisea yang terbentuk dari badan-badan saraf memenuhi korteks serebri, nukleus dan basal ganglia. Susbtansi alba terdiri dari sel-sel saraf yang menghubungkan bagian-bagian otak denagn bagian yang lain. Sebagian besar hemisfes serebri berisi jarigan sistem saraf pusat (SSP). Area inilah yang mengontrol fungsi motorik tertiggi, yaitu terhadap fungsi individu dan intelegensi. Pada serebrum ada empat lobus, yaitu :
1) Lobus frontal, adalah lobus besar yang terletak pada fossa anterior. Area ini mengontrol perilaku individu, membuat keputusan, kepribadian dan menahan diri
2) Lobus parietal, adalah lobus sentral. Area ini menginterprestasikan sensasi dan didepan lobus oksipitalis. Sensasi rasa yang tidak berpengaruh adalah bau. Lobus parietal mengatur individu mampu mengetahui posisi dan letak bagian tubuhnya. Kerusakkan pada daerah ini menyebabkan syndrom hemineglect
3) Lobus temporal, adalah bagian bawah lateral dan fisura serebralis dan di depan lobus oksipitalis. Area ini berfungsi mengintegrasikan sensasi kecap, bau dan pendengaran. Ingatan jangka pendek sangat berhubungan dengan daerah ini
4) Lobus oksipitalis, terletak pada lobus posterior hemisfes serebri. Bagian ini bertanggung jawab menginterprestasikan pengelihatan
c. Diensepalon
Fossa bagian tengah atau diensepalon berisi talamus, hipotalamus, dan kelenjar hipopisis.
Diensepalon terdiri dari dua lapisan, yaitu :
1) Talamus
Talamus berada pada salah satu sisi pada sepertiga ventrikel dan aktivitas primernya sebagai pusat penyambung sensasi bau yang diterima. Semua impuls memori, dan nyeri melalui bagian ini.
2) Hipotalamus
Hipotalamus terletak pada anterior dan inferior talamus. Berfungsi mengontrol dan mengatur sistem saraf autonom. Hipotalamus juga bekerja sama dengan hipopisis untuk mempertahankan keseimbangan cairan, pengatur suhu tubuh, sebagai pusat lapat dan mengontrol berat badan, sebagai pengatur tidur, tekanan darah, perilaku agresif dan seksual dan respon emosional (rasa malas, marah, depresi, panik dan takut)
d. Batang Otak
Batang otak terletak pada fossa anterior. Bagian-bagian batang otak ini terdiri dari otak tengah, pons dan medula oblongara. Midbrain mengatakan hubungan pons dan sereblum dengan hemisfer serebrum. Bagian ini berisi jalur sensorik dan motorik dan sebagai pusat refleks pendengar dan pengelihatan. Pons terletak di depan sereblum antara otak tangan dan medula dan merupakan jembatan antara dua bagian sereblum dan juga antara medula dan sereblum. Pons berisi jaras sensorik dan motorik. Medula oblongata meneruskan serabut-serabut sensorik dari medula spinalis ke otak. Dan serabut-serabut tersebut menyilang pada daerah ini. Pons berisi pusat-pusat terpenting dalam mengontrol jantung, pernafasan dan tekanan darah dan sebagai asal-usul saraf otak kelima sampai kedelapan.
e. Sereblum
Sereblum terletak pada fossa posterior dan terpisah dari hemisfer serebral, lipatan dura meter, tentorium sereblum. Sebelumnya mempunyai dua aksi yaitu merangsang dan menghambat dan tanggung jawab yang luas terhadap koordinasi dan gerakkan halus. Ditambah mengontrol gerakan yang benar, keseimbangan, posisi dan mengintegrasikan input sensorik

2. Definisi
a. Menigitis adalah radang pada meningen (membran yang mengelilingi otak dan medula spinalis) dan disebabkan oleh virus, bakteri dan organ jamur.
(Smeltzer, S.C & Bare, B.G, 2001)
b. Meningitis adalah radang umum pada araknoid dan piameter, disebabkan oleh bakteri, virus dan organ-organ jamur yang dapat terjadi secara akut dan kronis. (Mansjoer, Arief, 2000)
c. Meningitis bacterial adalah radang pada araknoid, piameter dan cairan cerebrospinal (Jocce M. Black, 1993).
d. Meningitis bakterial adalah radang pada meningin (Membran yang mengeliligi otak dan medula spinalis) yang disebabkan oleh bakteri, biasanya streptokokus pnumoniae influenza (Brunner & Suddrath, 1997)

3. Etiologi
Penyebab penyakit meningitis adalah :
a. Bakteri: - Peneumococus
- Meningococus
- Stafilococus
- Salmonela
b. Virus : - Hemofirus Influenza
- Herpes Simplek.
Organisme-organisme ini seringkali ada pada nasofaring, tetapi tidak diketahui bagaimana organisme tersebut bisa masuk kedalam darah dan ruang subraknoid.

4. Pathofisiologi
Meningitis tuberkulosis umumnya merupakan penyebaran tuberkulosis primer, dengan infeksi ditempat lain. Dari fokus infeksi primer, kuman masuk kesirkulasi darah melalui duktus torasikus dan kelenjar limfe regional dan dapat menimbulkan infeksi berat berupa tuberkulosis milier atau hanya menimbulkan beberapa fokus mestatasis yang biasanya tenang.
Mula-mula terbentuk tuberkel di otak, atau medula spinalis akibat penyebaran kuman secara hematogen selama infeksi primer atau selama perjalanan tuberkulosis kronik. Kemudian timbul meningitis akibat terlepasnya basil dan antigennya dari tuberkel yang pecah karena rangsangan mungkin berupa trauma atau faktor imunologi. Kuman kemudian langsung masuk keruang subaraknoid atau ventrikel. Hal ini mungkin terjadi segera sesudah dibentuknya lesi atau setelah periode laten berupa bulan atau tahun.
Bila hal ini terjadi pada pasien yang sudah tersensititasi maka masuknya kuman kedalam ruang subaraknoid menimbulkan reaksi peradangan yang menyebabkan perubahan dalam cairan serebro spinal. Reaksi peradangan ini mula-mula timbul disekitar tuberkel yang pecah, tetapi kemudian tampak jelas diselaput pada dasar otak dan apendium. Meningitis basilis yang terjadi akan menimbulkan komplikasi nuerologis berupa paralisis saraf kranialis. (Kapita Selekta Kedokteran, 2000, hal.439)





PATOFLODIAGRAM












































5. Manifestasi Klinis
a. Sakit kepala : berat, akibat peradangan meningin.
b. Demam : tinggi selama perjalanan penyakit.
c. Perubahan tingkat kesadaran : disorientasi ganguan memori. Bila penyakit terus berkembang, terjadinya penurunan kesadaran dan koma.
d. Iritasi meningen, yang dibuktikan oleh :
1) Rigitasi nukal (kaku kuduk) : tanda awal, nyeri hebat dan spasme otot saat fleksi kepala.
2) Tanda kerning positif : ketika Klien dibaringkan dengan paha dalam posisi fleksi ke arah abdomen, kaki tidak dapat diektensikan.
3) Tanda brudzinski positif : bila leher difleksikan, juga terjadi fleksi lutut dan pinggul.
4) Gangguan pengelihatan : peradangan pada saraf-saraf kranial, termasuk optikus.
e. Ruam kulit : pada meningitis (lesi purpura dan ekimosis).
f. Kejang dan peningkatan TIK juga berhubungan dengan meningitis. Kejang terjadi sekedar akibat area fokal kortikal yang peka. Tanda-tanda peningkatan TIK sekunder akibat eksudat purulen dan edema serebral terdiri dari perubahan bakteristik tanda-tanda vital (melebarnya tekanan pulsa dan bradikardi), pernapasan tidak teratur, sakit kepala, muntah dan penurunan tingkat kesadaran.

6. Pemeriksaan Diagnostik
a. Fungsi lumbal
1) CSS (Cairan serebrospinal)
2) Kadar dan tekanan protein
3) Kadar glukosa
b. Darah ; pemeriksaan kultur serum darah.
c. EEG (elektorensefalografi).
d. Radiologi
Meliputi foto dada dan kolumna vertebralis, rekaman EKG dan CT Scan.

7. Penatalaksanaan
Meningitis termasuk penyakit gawat darurat, karena itu penderita harus menginap dirumah sakit untuk perawatan dan pengobatan yang intensif.
a. Perawatan umum
1) Penderita istirahat mutlak.
2) Infeksi berat perlu dirawat diruang isolasi.
3) Fungsi respirasi harus dikontrol secara ketat.
4) Pemberian cairan parentral.
5) Pantau terhadap kejang, keogulasi intra vaskularis diseminata, hiperpireksia, edema otak, plebitis, serta kekurangan gizi.
b. Pemberian cairan infus.
Pemberian cairan infus diberikan pada Klien yang tidak sadar atau ada shock, misalnya pada anak : infus KAEN-3B.
c. Pemberian oksigen.
d. Kortikosteroid, berikan deksametason 0,6 mg/kg BB/hr selama 4 hari 15-20 menit sebelum pemberian antibiotik.
e. Pemberian antibiotik.
Pemberian antibiotik harus cepat dan tepat, sesuai dengan bakteri penyebabnya dan dalam dosis yang cukup tinggi. Antibiotik diberikan 10-14 hari sekurang-kurangnya 7 hari setelah demam bebas.
Untuk dosis antibiotik pada meningitis:
1) Ampicilin 200-300 mg/ kg BB / hr (dosis tunggal)
2) Gentamisin : 5 mg / kg BB / hr dalam tiga kali pemberian.

8. Komplikasi
a. Peningkatan TIK, karena ada edema serebral bila air yang bisa menyebabkan peningkatan didalam susunan saraf pusat
b. Gagal pernapasan, karena herniasis batang otak sehingga fungsi selebral menjadi buruk
c. Koma, karena terjadi penyumbatan pada pembuluh darah dan kurangnya oksigen pada otak

A. Konsep Dasar Keperawatan
1. Pengkajian
Pengkajian merupakan tahap awal dari proses keperawatan da merupakan suatu proses yang sistematis dalam pengumpulan data dari berbagai sumber dan untuk mengevaluasi serta mengidentifikasi status kesehatan pasien (Nursalam, 2001).
a. Identitas
Meliputi nama, jenis kelamin, pekerjaan, alamat dan seterusnya.
b. Riwayat Kesehatan
1) Riwayat penyakit dahulu.
Ditanyakan tentang riwayat penyakit klien dahulu yang pernah dialaminya yang berhubungan dengan penyakit saat ini. Apakah ada alergi terhadap makanan atau obat-obatan tertentu imunisasi apa saja yang didapat klien dan kebiasaan klien saat di rumah.
2) Riwayat Penyakit sekarang
Pengkajian mengenai perjalanan penyakitnya mulai dari pertama sampai sekarang seperti, demam, mudah kesal, obstipasi, dan muntah-muntah serta apatis mulai kapan dirasakan. Sedangkan keluhan yang dirasakan mulai awal hingga saat ini; Adakah apatis, refleks pupil yang melambat, reflek tendon yang melemah, demam, serta tanda kernig dan brudzinski positif, dan upaya apa yang telah dilakukan klien atau keluarga mengenai penyakit ini.
3) Riwayat penyakit keluarga
Dalam keluarga klien, apakah ada yang menderita penyakit seperti yang sedang diderita klien.
4) Riwayat pemeliharaan kesehatan
a) Pola persepsi dan pemeliharaan kesehatan
Data Objektif
(1) Tanyakan riwayat penyakit yang pernah dialami sebelumnya.
(2) Adakah upaya yang dilakukan untuk mempertahankan kesehatan dan perlindungan diri.
(3) Tanyakan upaya yang dilakukan saat gejala penyakit timbul.
(4) Apakah harapan klien atau keluarga masuk ke rumah sakit.
Data Obyektif
Observasi penampilan atau keadaan fisik klien.
b) Pola nutrisi metabolik
Data Subyektif
(1) Jenis, frekuensi dan jumlah makanan dan minuman dalam sehari.
(2) Nafsu makan dan makanan yang disukai
(3) Kesulitan yang timbul saat makan, seperti : mual, muntah, nyeri ulu hati.
(4) Adakah ketaatan terhadap diet tertentu.
Data Obyektif
(1) Observasi kemampuan klien dalam menerima nutrisi.
(2) Terapi interavena, adakah selang hidung.
c) Pola eliminasi
Data Subyektif
(1) Kebiasaan BAB, seperti : teratur atau tidak teratur frekuensi, konsistensi dan banyak atau sedikit.
(2) Untuk kelancaran BAB : perlu obat-obatan atau makanan tertentu.
(3) Kebiasaan BAK, seperti : urine yang keluar lancar atau tidak, warna urine.

Data Obyektif
(1) Observasi kemampuan klien dalam BAB / BAK.
(2) Pemasangan folley kateter
(3) Warna urine Klien
d) Pola aktivitas dan latihan
Data Subyektif
Tanyakan aktivitas sehari-hari di rumah, seperi : mandi, berpakaian, rapikan diri, jalan, makan, BAB atau BAK
Data Obyektif
Observasi tingkat kemampuan klien dalam beraktivitas
e) Pola tidur dan istirahat
Data Subyektif
(1) Tanyakan waktu tidur dan jumlah jam tidur dalam sehari
(2) Hal-hal yang menjadi hambatan klien saat tidur
(3) Tanyakan suasana tidur klien
(4) Upaya apa yang dilakukan klien bila sulit tidur
Data Obyektif
Observasi pola tidur klien
f) Pola persepsi kognitif
Data Subyektif
(1) Tanyakan apakah klien bisa mencoba, menghitung.
(2) Tanyakan apakah klien ada menggunakan alat bantu
(3) Tanyakan apakah klien bisa mendengar instruksi orang tuanya.
Data Obyektif
Observasi kemampuan klien dalam mendengar instruksi perawat atau dokter
g) Pola persepsi dan konsep diri
Data Subyektif
(1) Persepsi klien tentang dirinya
(2) Apakah klien pernah merasa minder atau kurang percaya diri.
Data Obyektif
Adakah ungkapan klien tentang menunjukkan terganggunya persepsi dan konsep diri.
h) Pola peran dan hubungan dengan sesama
Data Subyektif
(1) Tanyakan apakah peranan klien dalam keluarganya
(2) Tanyakan apakah klien dapat menyesuaikan diri dengan lingkungannya.
Data Obyektif
Observasi kemampuan klien dalam berperan aktif dengan perawat dan dokter selama sakit.
i) Pola kepercayaan
Data Subyektif
(1) Tanyakan klien menganut agama apa.
(2) Apakah klien rajin dalam kegiatan ke agamaan.
Data Obyektif
Observasi klien atau keluarga, apakah pernah berdoa selama sakit.

2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan adalah suatu pernyataan yang menjelaskan respon manusia dari individu atau kelompok diman perawat secara akuntabilitas dapat mengidentifikasi dan memberikan informasi secara pasti untuk menjaga status kesehatan, menurunkan, membatasi, mencegah dan merubah. (Nursalam dikutip dari carpenito, hal 35, 2000)




Adapun diagnosa yang dapat muncul adalah :
a. Perubahan tingkat kesadaran berhubungan dengan proses infeksi dan penurunan fungsi neurologis.
b. Peningkatan suhu tubuh berhubungan dengan respon inflamasi terhadap susunan saraf pusat.
c. Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan kerusakan neuromuskuler.
d. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan perubahan kemampuan dalam mencerna nutrien.

3. Rencana Keperawatan
Dalam menentukan perencanaan perlu menyusun suatu sistem untuk menentukan diagnosa yang akan diambil untuk tindakan pertama kali. Salah satu sistem yang dapat digunakan dalah hirarki kebutuhan manusia “ Iyer et al, 1996 “ (Nursalam, hal 52, 2001).
a. Hirarki Maslow
Maslow menjelaskan kebutuhan manusia dibagi menjadi lima tahap : fisiologis, rasa aman dan nyaman, sosial, harga diri dan aktualisasi diri. Maslow mengatakan pasien memerlukan suatu tahapan kebutuhan, jika pasien menghendaki suatu tindakan yang memuaskan. Dengan kata lain kebutuhan fisiologis biasanya sebagai prioritas utama bagi pasien dari pada kebutuhan lain. (Nursalam, hal 52, 2001).
Dimana Maslow menggambarkan dengan skema piramida yang menunjukkan bagaimana seseorang bergerak dari kebutuhan dasar dari tingkat kebutuhan yang lebih tinggi dengan tujuan akhir adalah fungsi dan kesehatan amnusia yang terintegrasi.







Aktualisasi
Diri
Harga diri
Mencintai dan dicintai
Kebutuhan keselamatan dan keamanan
Kebutuhan fisiologis
(O2, CO2, elektrolit, makanan dan sex)

Hirarki Abraham Maslow
Keterangan :
1) kebutuhan fisiologis O2, CO2, elektrolit, makanan dan sex
2) Kebutuhan keselamatan dan keamanan, terhindar dari penyakit dan perlindungan hukum
3) Mencintai dan dicintai : kasih sayang, mencintai, dicintai, diterima dikelompok.
4) Harga diri : dihargai dan menghargai (respek dan toleransi)
5) Aktualisasi diri : ingin diakui, berhasil dan menonjol
b. Hirarki “Kalish”
Kalish menjelaskan kebutuhan Maslow dengan membagi kebutuhan fisiologis menjadi kebutuhan untuk bertahan dan stimulasi. Kalish mengidentifikasi kebutuhan untuk mempertahankan hidup : udara, air, temperatur, eliminasi, istirahat dan menghindari nyeri, jika terdapat kekurangan kebutuhan tersebut, pasien cenderung menggunakan prasarana untuk memuakan kebutuhan tertentu, hanya saja mereka akan mempertimbangkan terlebih dahulu kebutuhan yang paling tinggi prioritasnya, misalnya keamanan dan harga diri. (Nursalam, hal 53, 2001).

3. Perencanaan Keperawatan
No Diagnosa Keperawatan Tujuan / Kriteria Evaluasi Intervensi Rasional
1 Perubahan tingkat kesadaran berhubungan dengan infeksi dan penurunan fungsi neurologis. Tujuan :
- Tingkat kesadaran klien mulai kembali normal.
- Tidak terjadi cedera fisik
Kriteria :
- GCS dalam batasnormal (Normal 15)
- Kesadaran baik
- Orientasi waktu, tempat dan orang
- Tanda-tanda vital dalam batas normal 1. Pantau Status neurologis dengan teratur dan bandingkan dengan keadaan normalnya, seperti GCS.



2. Kaji respons motorik terhadap perintah yang dilakukan oleh perawat.




3. Evaluasi kemampuan membuka mata, seperti spontan (sadar penuh), membuka hanya jika diberi rangsangan nyeri atau tertutup (koma).
4. Kaji respon verbal : catat apakah Klien sadar, orientasi terhadap orang, tempat, dan waktu baik atau malah bingung menggunakan kata-kata atau fase uang tidak sesuai. 1. Pengkajian kecenderungan adanya perubahan tingkat kesadaran dan potensial peningkatan TIK adalah sangat berguna dalam menentukan lokasi, penyebaran.
(Doenges, Hal. 273)
2. Mengukur keadaan secara keseluruhan dan merupakan petunjuk keadaan kesadaran terbaik pada Klien yang matanya tertutup.
(Doenges, Hal. 273)
3. Menentukan tingkat kesadaran.
(Doenges, Hal. 273)



4. Mengukur kesesuaian dalam berbicara dan menunjukkan tingkat kesadaran. Jika kerusakan terjadi sangat kecil pada korteks serebral, Klien mungkin akan bereaksi dengan baik terhadap rangsangan verbal yang diberikan tetapi mungkin juga memperlihatkan seperti kantuk berat atau tidak kooperatif.
(Doenges, Hal. 273)
2 Peningkatan suhu tubuh berhubungan dengan respon inflamasi t erhadap susunan saraf pusat. Tujuan :
- Pertahankan suhu tubuh dalam batas normal
Kriteria :
- Klien tidak demam
- Suhu tubuh 36 oC – 37,5 oC
- Tanda-tanda vital dalam batas normal
- Klien tidak kejang karena demam yang tinggi
1. Pantau suhu Klien (derajat dan pola)





2. Pantau suhu lingkungan, batasi atau tambahkan linen tempat tidur sesuai indikasi

3. Berikan kompres dingin
pada axila dan lipat paha bila demam.

4. Berikan obat antipiretik, misalnya : parasetamol, aspirin. 1. Suhu 380 – 41,10 c menunjukkan proses penyakit infeksius akut.
Pola demam dapat membantu dalam diagnosis.
(Doenges, Hal. 875)
2. Suhu ruangan atau jumlah selimut harus diubah untuk mempertahankan suhu mendekati normal.
(Doenges, Hal. 876)
3. Dengan kompres dingin dapat membantu mengurangi demam.
(Doenges, Hal. 876)
4. Untuk mengurangi demam pada hipotalamus, meskipun demam mungkin dapat berguna dalam membatasi pertumbuhan organisme dan meningkatkan auto destruksi dari sel-sel yang terinfeksi.
(Doenges, Hal. 876)
3 Bersihkan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan peningkatan sekresi mukus. Tujuan :
- Mempertahankan pola pernapasan normal atau efektif.
Kriteria :
- Klien tidak sesak
- Klien tidak sianosis
- SaO2 normal (95 – 100 %)
1. Berikan oksigen sesuai kebutuhan klien.





2. Ubah posisi secara periodik dan ambulisasi dan mengeluarkan sekret.


3. Lakukan pengisapan dengan ekstra hati-hati jangan lebih dari 10 – 15 detik. Catat karakter, warna dan kekeruhan dari sekret.
1. Memaksimalkan oksigen pada darah arteri dan membantu dalam pencegahan dalam pencegahan hipoksia.
(Doenges, Hal. 278)
2. Meningkatkan pengisian udara seluruh segmen paru, memobilisasi dan mengeluarkan sekret.
(Doenges, Hal. 448)

3. Pengisapan biasanya dibutuhkan jika Klien koma atau dalam keadaan imobilisasi dan tidak dapat membersihkan jalan napas sendiri. Penghisapan pada trakea yang lebih dalam harus dilakukan dengan ekstra hati-hati karena hal tersebut dapat menyebabkan atau meningkatkan hipoksia yang menimbulkan vasokontriksi pada akhirnya akan berpengaruh cukup besar pada perfusi serebral.
(Doenges, Hal. 278)
4 Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan perubahan kemam- puan untuk mencerna nutrien. Tujuan :
- Nutrisi klien terpenuhi.
- Tidak mengalami tanda-tandamalnutrisi
Kriteria :
- Klien dapat menghabiskan porsi makanan yang disedikan
- Peningkatan berat badan dari sebelumnya
1. Berikan cairan melalui IV atau makanan melalui selang.



2. Berikan terapi nutrisi dalam program pengobatan rumah sakit sesuai indikasi.





3. Hancurkan dan beri makanan melalui selang apapun yang tertinggal pada nampan setelah periode waktu pemberian sesuai indikasi. 1. Untuk memberikan cairan pengganti dan juga makan, jika Klien tidak mampu untuk memasukkan segala sesuatu melalui mulut.
(Doenges, Hal. 305)
2. Pengobatan masalah dasar tidak terjadi tanpa perbaikan status nutrisi. Perawatan di rumah sakit memberikan kontrol lingkungan dimana masukan makanan, muntah atau eliminasi, obat dan aktivitas dapat dipantau.
(Doenges, Hal. 428)
3. Digunakan sebagai bagian program perubahan perilaku untuk memberikan masukan total kalori yang dibutuhkan.
(Doenges, Hal. 428)

4. Pelaksanaan
Pelaksanaan adalah inisiatif dari rencana tindakan untuk mencapai tujuan yang spesifik. (Nursalam,2001)
Tahapan ini merupakan tahap keempat dalam proses keperawatan, oleh karena itu pelaksanaannya dimulai setelah rencana tindakan dirumuskan dan mengacu pada rencana tindakan sesuai skala sangat urgent dan tidak urgent (non urgent).
Dalam pelaksanaan tindakan ada tiga tahapan yang harus dilalui, yaitu persiapan, perencanaan, dan pendokumentasian (Nursalam, 2001 dikutip dari Griffit 1968).
a. Fase persiapan, meliputi :
1) Review antisipasi tindakan keperawatan
2) Menganalisa pengetahuan dan keterampilan yang diperlukan.
3) Mengetahui komplikasi yang mungkin timbul
4) Persiapan alat
5) Persiapan lingkungan yang kondusif
6) Mengidentifikasi aspek hukum dan etik.
b. Fase intervensi, meliputi :
1) Independen: tindakan yang dilakukan oleh perawat tanpa petunjuk atau perintah dokter serta tim kesehatan lainnya.
2) Interdependent: tindakan perawat yang memerlukan kerja sama dengan tim kesehatana lainnya (gizi, dokter, laboratorium, dan lain-lain).
3) Dependent: berhubungan dengan tindakan medis atau menandakan dimana tindakan medis dilakukan.
c. Fase dokumentasi
Merupakan suatu catatan lengkap dan akurat dari tindakan yang telah dilaksanakan.Dalam pelaksanaan tindakan asuhan keperawatan pada klien dengan gastritis perawat dapat berperan sebagai pelaksana keperawatan, memberi support, pendidik, advokasi, dan pencatatan/penghimpunan data.

5. Evaluasi
Adalah salah satu yang direncanakan dan perbandingan yang sistematis pada status kesehatan klien (Nusalam, 2001 dikutip dari Griffit dan Cristensen, 1986). Sedangkan Ignativicius dan Bayne 1994 yang dikutip oleh Nursalam mengatakan evaluasi adalah tindakan intelektual untuk melengkapi proses keperawatan yang menandakan seberapa jauh diagnosa keperawatan, rencana tindakan dan pelaksanaannya sudah berhasil dicapai.
Evaluasi terdiri atas dua jenis yaitu evaluasi formatif dan evaluasi sumatif. Evaluasi formatif disebut juga evaluasi proses, evaluasi jangka pendek, atau evaluasi berjalan, dimana evaluasi dilakukan secepatnya setelah tindakan keperawatan dilakukan sampai tujuan tercapai. Sedangkan evaluasi sumatif ini disebut evaluasi hasil, evaluasi akhir, evaluasi jangka panjang. Evaluasi ini dilakukan pada akhir tindakan keperawatan paripurna dilakukan dan menjadi suatu metode dalm memonitor kualitas dan efisiensi tindakan yang diberikan. Bentuk evaluasi ini lazimnya menggunakan format “SOAP” (Nursalam, 2001).
Tujuan evaluasi adalah untuk mendapatkan kembali umpan balik rencana keperawatan, nilai serta meningkatkan mutu asuhan keperawatan melalui hasil perbandingan standar yang telah ditentukan sebelumnya. Hasil dari evaluasi yang diharapkan dalam pemberian tindakan keperawatan dalam proses keperawatan pada klien dengan gastritis adalah: nutrisi klien dapat terpenuhi, nyeri akibat iritasi mukosa lambung teratasi, tidak terjadi kekurangan volume cairan, ansietas dapat teratasi, klien dan keluarga mengetahui tentang informasi penyakit yang diderita. Hal ini sesuai dengan standar tujuan yang telah ditentukan pada tahap perencanaan tindakan.
6. Perencanaan Pulang
Rencana yang diberikan kepada klien dan keluarga adalah sebagai berikut :
a. Sebagai tenaga kesehatan, kita memberikan penjelasan kepada keluarga Klien, apabila anaknya timbul tanda dan gejala seperti tidak sadarkan diri, kejang, demam dan denyut nadi yang lambat untuk segera berobat ke puskesmas terdekat atau langsung ke Rumah Sakit besar.
b. Instruksikan klien untuk mematuhi resimen pengobatan dengan minum obat sesuai yang diharuskan dan melaporkan skrining tindak lanjut.
c. Menganjurkan klien ikut serta dalam tindakan preventif, contoh memberi dorongan pada individu yang kontak erat untuk melaporkan diri guna pemeriksaan.
d. Meningkatkan komsumsi nutrisi dan protein serta mengkomsumsi vitamin yang meningkatkan kekuatan tubuh.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar