BAB II
TINJAUAN
TEORI
A.
KONSEP DASAR MEDIS
1.
Anatomi Sistem Kardiovaskuler
a. Jantung
Jantung
mempunyai fungsi sebagai pemompa darah yang mengandung oksigen dalam sistem
arteri, yang dibawa ke sel dan seluruh tubuh untuk mengumpulkan darah
deoksigenisasi ( darah yang kadar oksigennya kurang ) dari sistem vena yang
dikirim ke dalam paru – paru untuk reoksigenisasi ( Black, 1997 ).
Berukuran sekitar
satu kepalan tangan dan terletak didalam dada, batas kanannya terdapat pada
sternum kanan dan apeksnya pada ruang intercostalis kelima kiri pada linea
midclavicular.
Hubungan jantung adalah:
- Atas :
pembuluh darah besar
- Bawah :
diafragma
- Setiap sisi : paru
- Belakang :
aorta desendens, oesophagus, columna vertebralis
1) Siklus jantung
Jantung
normalnya berdenyut 75 x/ menit. Waktu dari mulainya satu denyut jantung sampai
mulai denyut jantung berikutnya (siklus jantung) kira – kira 0,8 detik. Dua
siklus pada bagian tengah menunjukan periode waktu selama atrium dan ventrikel
dalam kontraksi ( sistole ) dan relaksasi ( diastole ). ( Monica Ester, 1999,
hal 30 )
- Diastole (relaksasi) : Atrium terisi
dengan darah vena. Tekanan di dalamnya meningkat sampai katup – katup atrio
ventrikuler terdorong membuka dan mulai terisi.
- Sistole atrium (kontraksi) : atrium
berkontraksi dan menyelesaikan pengisian ventrikel.
- Sistole ventrikel (kontraksi) : ventrikel
berkontraksi dan katup atrio ventrikel terhempas menutup. Tekanan darah dalam
ventrikel meningkat sebelum katup menutup dan terus naik sesudah katup menurun.
- Diastole : ventrikel rileks, tekanan di
dalmnya turun, dan katup – katup semilunaris menutup untuk mencegah aliran
balik darah dari arteri.
1) Bunyi jantung
- Bunyi nada rendah “lub” disebabkan oleh
penutupan tiba – tiba katup atrio ventrikuler saat ventrikel mulai berkontraksi
pada diastole awal. Ini adalah bunyi jantung pertama.
- Bunyi nada tinggi “dub” dihasilkan oleh
menutupnya katup – katup semilunaris saat ventrikel relaksasi. Bunyi ini
disebut bunyi jantung kedua
( Monica Ester, 1999, hal 31 )
2) Curah jantung
Curah
jantung adalah jumlah darah yang dipompa masuk aorta setiap menitnya. Ini sama
dengan jumlah darah yang dipompakan keluar pada setiap denyut jantung (volume
sekuncup) dikalikan dengan jumlah denyutan per menit 70 – 75 x, maka curah
jantung normal adalah 5 liter/ menit. Curah jantung tergantung pada :
- Frekuensi denyut jantung
- Tekanan darah
- Kecepatan kembalinya darah ke jantung –
aliran balik vena.
( Monica Ester, 1999, hal 32 )
3) Kontrol intrinsik denyut jantung
Jantung
mendapat persarafan dari susunan saraf otonom, namun ini hanya bertindak untuk
mengubah kerja jantung. Jantung akan tetap berdenyut bila suplai sarafnya kuat
karena jantung mempunyai irama intrinsiknya sendiri. Irama ini dikendalikan
oleh “pacu jantung” khusus, yaitu nodus sino
atrial (SA) di dinding atrium kanan, dimana impuls secara terus menerus
dilepaskan. Dari nodus SA suatu gelombang rangsangan dihantarkan melewati
dinding atrium, yang menyebabkan kontraksi dinding ventrikel.
Gelombang
rangsangan menyebar diseluruh dinding jantung disertai perubahan muatan listrik
yang dapat diterima dari dinding dada dan direkam pada elaktrokardiograf. Hasil
rekaman disebut elektrokardiogram. Dan kompone – komponennya adalah :
- Gelombang P : Disebabkan oleh
penyebaran rangsangan melewati atrium.
- Kompleks QRS : disebabkan oleh penyebaran
rangsangan diseluruh ventrikel.
- Gelombang T : Disebabkan oleh
repolarisasi (kembali ke kondisi istirahat) dari ventrikel.
( Monica Ester, 1999, hal 33 )
4) Kontrol ektrinsik denyut jantung
Kontrol
ektrinsik aktivitas jantung dibanytu oleh inpuls – impuls yang berasal dari
pusat jantung di media oblongata. Impuls ditransmisikan dari pusat iini ke
nervus vagus dari sistem saraf parasimpatis yang menyebabkan pelepasan
asetilkolin pada ujung saraf di nodus sino-atrial dan atrioventrikuler. Impuls
ini akan menekan aktivitas jantung dengan memperlambat frekuansi jantung dan
mengurangi kekuatan kontraksi. Sebaliknya, impuls dari pusat jantung berjalan
ke saraf simpatis menyebabkan pelepasan noradrenalin pada ujung saraf, yang
meningkatkan frekuansi jantung dan kekuatan kontraksi ( Monica Ester, 1999, hal
34 ).
b. Arteri
Adalah tabung yang dilalui
darah yang dialirkan pada jaringan dan organ. Arteri terdiri dari lapisan
dalam: lapisan yang licin, lapisan tengah jaringan elastin/otot: aorta dan
cabang-cabangnya besar memiliki laposan tengah yang terdiri dari jaringan
elastin (untuk menghantarkan darah untuk organ), arteri yang lebih kecil
memiliki lapisan tengah otot (mengatur jumlah darah yang disampaikan pada suatu
organ).
c. Arteriol
Adalah pembuluh darah dengan
dinding otot polos yang relatif tebal. Otot dinding arteriol dapat
berkontraksi. Kontraksi menyebabkan kontriksi diameter pembuluh darah. Bila
kontriksi bersifat lokal, suplai darah pada jaringan/organ berkurang. Bila
terdapat kontriksi umum, tekanan darah akan meningkat.
d. Pembuluh darah utama dan kapiler
Pembuluh darah utama adalah
pembuluh berdinding tipis yang berjalan langsung dari arteriol ke venul.
Kapiler adalah jaringan pembuluh darah kecil yang membuka pembuluh darah utama.
e. Sinusoid
Terdapat limpa, hepar, sumsum
tulang dan kelenjar endokrin. Sinusoid tiga sampai empat kali lebih besar dari
pada kapiler dan sebagian dilapisi dengan sel sistem retikulo-endotelial. Pada
tempat adanya sinusoid, darah mengalami kontak langsung dengan sel-sel dan pertukaran
tidak terjadi melalui ruang jaringan.
f. Vena dan venul
Venul adalah vena kecil yang
dibentuk gabungan kapiler. Vena dibentuk oleh gabungan venul. Vena memiliki
tiga dinding yang tidak berbatasan secara sempurna satu sama lain.
(Gibson, John. 2002, hal 110)
Gambar: Sistem sirkulasi jantung (Gibson, john,
2002)
1.
Fisiologi Sistem Kardiovaskuler
Jantung mempunyai
fungsi sebagai pemompa darah yang mengandung oksigen dalam sistem arteri, yang
dibawa ke sel dan seluruh tubuh untuk mengumpulkan darah deoksigenasi (darah
yang kadar oksigennya kurang) dari sistem vena yang dikirim ke dalam paru-paru
untuk reoksigenasi (Black, 1997)
2.
Pengertian
Hipertensi adalah
tekanan darah persisten dimana tekanan sistoliknya diatas 140 mmHg dan tekanan
diastolik diatas 90 mmHg (Smeltzer & Bare, 2002, hal 896).
Hipertensi adalah
tekanan darah sistolik ³ 140 mmHg, tekanan darah diastolik ³ 90 mmHg atau bila pasien memakai obat antihipertensi (Mansjoer Arief, 2000,
hal 518)
Hipertensi adalah
tekanan yang lebih tinggi dari 140/90 mmHg dan diklasifikasikan sesuai derajat
keparahannya, mempunyai rentang dari tekanan darah normal, tinggi sampai
hipertensi maligna. (Doenges, 2000, hal 39)
Definis
operasional; Hipertensi adalah tekanan darah tinggi diatas 140/90 mmHg.
3.
Etiologi
Berdasarkan
penyebabnya hipertensi dibagi menjadi dua golongan, yaitu:
a. Hipertensi Esensial/Hipertensi Primer:
yang tidak diketahui penyebabnya, disebut juga hipertensi idiopatik. Terdapat
sekitar 95% kasus. Banyak faktor yang mempengaruhinya seperti genetik,
lingkungan, hiperaktivitas susunan saraf simpatis, sistem renin-angiotensin,
defek dalam ekskresi Na. Peningkatan Na dan Ca intraseluler dan faktor-faktor
yang meningkatkan resiko, seperti: obesitas, alkohol, merokok serta polisitemia.
b. Hipertensi Sekunder/Hipertensi Renal.
Terdapat sekitar 5% kasus. Penyebab spesifiknya diketahui seperti penggunaan
esterogen, penyakit ginjal, hipertensi vaskular renal. Hiperaldosteronisme
primer dan sindrom cushing, feokromusitoma, koarktasio aorta, hipertensi yang
berhubungan dengan kehamilan dan lain-lain
(Mansjoer Arief,
2000, hal 518)
4.
Patofisiologi
Hipertensi sebagai
suatu penyakit dimana terjadi peningkatan tekanan darah sistolik dan/atau
diastolik yang tidak normal. Batas yang tepat dari kelainan ini tidak pasti.
Nilai yang didapat diterima berbeda sesuai dengan usia dan jenis kelamin
(sistolik 140-160 mmHg; diastolik 90-95 mmHg). Tekanan darah dipengaruhi oleh
curah jantung, tekanan perifer dan tekanan atrium kanan.
Didalam tubuh
terdapat sistem yang berfungsi mencegah perubahan tekanan darah secara akut
yang disebabkan oleh gangguan sirkulasi, yang berusaha untuk mempertahankan
kestabilan tekanan darah dalam jangka panjang reflek kardiovaskular melalui
sistem saraf termasuk sistem kontrol yang bereaksi segera. Kestabilan tekanan
darah jangka panjang dipertahankan oleh sistem yang mengatur jumlah cairan
tubuh yang melibatkan berbagai organ terutama ginjal.
Berbagai faktor
seperti faktor genetik yang menimbulkan perubahan pada ginjal dan membran sel,
aktivitas saraf simpatis dan sistem renin-angiotensin yang mempengaruhi keadaan
hemodinamik, asupan natrium dan metabolisme kalium dalam ginjal, serta obesitas
dan faktor endotel mempunyai peran dalam peningkatan tekanan darah. Stres
dengan peninggian aktivitas saraf simpatis menyebabkan kontriksi fungsional dan
hipertensi struktural.
Berbagai promotor
prosesor-growth bersama dengan kelainan fungsi membran sel yang sama dengan
kelainan fungsi membran sel yang mengakibatkan hipertrofi vaskuler akan
menyebabkan peninggian terhadap perifer dan peningkatan tekanan darah, mengenai
kelainan fungsi membran sel membuktikan adanya defek transpor Na+
dan atau Ca++ lewat membran sel yang disebabkan oleh faktor genetik
atau oleh peninggian hormon natriuretik akibat peninggian volume intravaskular
yang dapat menghambat pompa natrium yang bersifat vasokontriksi.
Sistem renin
angiotensin dan aldosteron berperan pada timbulnya hipertensi, sekresi
angiotensin yang mengakibatkan retensi natrium dan air merupakan salah satu
peran timbulnya hipertensi. Adanya hubungan hipertensi dan kadar gula darah
yang membuat parahnya penderita. Hubungan antara stres dengan hipertensi diduga
melalui saraf simpatis yang dapat meningkatkan peninggian tekanan darah yang
menetap.
(Tjokronegoro,
2001, hal 457)
1.
Manifestasi Klinis
Peninggian tekanan
darah kadang-kadang merupakan satu-satunya gejala. Bila demikian, gejala baru
muncul setelah terjadi komplikasi pada ginjal, mata, otak atau jantung. Gejala
lain yang sering ditemukan adalah sakit kepala, epitaksis, marah, telinga
berdengung, rasa berat ditengkuk, sulit tidur,
mata berkunang-kunang dan pusing.
(Mansjoer Arief, 2000, hal 518).
2.
Pemeriksaan Diagnostik
a. Hemoglobin/Hematokrit: Bukan diagnostik
tetapi mengkaji hubungan dari sel-sel terhadap volume cairan dan dapat
mengindikasikan faktor-faktor resiko seperti hiperkoagulabilitas, anemia .
b. Glukosa: Hiperglikemia (DM adalah pencetus
hipertensi) dapat diakibatkan oleh peningkatan kadar ketokolamin (meningkatkan
hipertensi).
c. Kalsium serum: Peningkatan kadar kalsium
dapat meningkatkan hipertensi.
d. VMA urin (metabolit ketokolamin): Kenaikan
dapat mengindikasikan adanya feokromositoma (penyebab); VMA urin 24 jam dapat
dilakukan untuk mengkaji feokromositoma bila hipertensi hilang timbul.
e. Asam urat: Hiperurisemia telah menjadi
implikasi sebagai faktor resiko terjadinya hipertensi.
f. IVP: Dapat mengidentifikasi penyebab
hipertensi.
g. EKG: Dapat menunjukan pembesaran jantung,
pola regangan, gangguan konduksi.
(Doenges, 2002, hal 42).
3.
Penatalaksanaan
Tujuan deteksi dan
penatalaksanaan hipertensi adalah menurunkan resiko penyakit kardiovaskuler dan
mortalitas serta morbiditas yang berkaitan. Tujuan terapi adalah mencapai dan
mempertahankan tekanan sistolik dibawah 140 mmHg dan diastolik dibawah 90 mmHg
dan mengontrol faktor resiko. Hal ini dapat dicapai melalui modifikasi gaya
hidup saja atau dengan obat anti hipertensi.
Modifikasi gaya
hidup, langkah-langkah yang dianjurkan:
a. Penurunan berat badan,
b. Membatasi alkohol,
c. Peningkatan aktivitas fisik aerobik (30 – 45
menit/ hari),
d. Mengurangi asupan natrium (garam),
e. Berhenti merokok dan mengurangi asupan
lemak dan kolesterol dalam makanan.
f. Obat anti hipertensi: Diberikan obat
diuretik/betabloker.
Beberapa obat anti hipertensi:
Captopril, Atenolol, Propanolol, Tiazid.
Beberapa obat diuretik: Lasix,
Furosemid
(Mansjoer Arif et al, 2001; 519 )
4.
Komplikasi
a. Pada mata: Berupa perdarahan retina,
gangguan penglihatan sampai dengan kebutaan.
b. Gagal jantung: Merupakan kelainan yang
sering ditemukan pada hipertensi berat disamping kelainan koroner dan miokard.
c. Pada otak: Sering terjadi perdarahan yang
disebabkan pecahnya mikro aneurisma yang dapat mengakibatkan kematian.
d. Gagal ginjal: Dijumpai sebagai komplikasi
hipertensi yang lama pada proses akut seperti pada hipertensi maligna.
(Tjokronegoro Arjatmo, 2001, hal 470)
B.
KONSEP DASAR KEPERAWATAN
Proses
keperawatan adalah dimana suatu konsep diterapkan dalam praktik keperawatan.
Hal ini disebut sebagai suatu pendekatan problem solving yang memerlukan ilmu,
tehnik dan keterampilan interpersonal dan ditujukan untuk memenuhi kebutuhan
pasien baik sebagai individu, keluarga maupun mayarakat (Nursalam, 2001). Iyer
et all (1996) mengemukakan dalam proses keperawatan terdiri dari 5 tahap yaitu:
pengkajian, diagnosa keperawatan, perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi.
1.
Pengkajian
Pengkajian
merupakan tahap awal dari proses keperawatan dan merupakan suatu proses yang
sistematis dalam pengumpulan data dari berbagai sumber, untuk mengevaluasi dan
mengidentifikasi status kesehatan klien
(Nursalam, 2001).
Menurut Doenges,
(2000, hal 39) pengkajian klien dengan penyakit hipertensi adalah sebagai
berikut:
a. Aktivitas/istirahat
Gejala: Kelemahan, letih, nafas pendek, gaya hidup monoton.
Tanda: Frekuensi jantung meningkat, perubahan irama jantung, takipnea.
b. Sirkulasi
Gejala: Riwayat hipertensi, aterosklerosis, penyakit jantung koroner/katup
dan penyakit serebrovaskuler, episode palpitasi, perpirasi.
Tanda:. Kenaikan TD (pengukuran serial dari kenaikan tekanan darah
diperlukan untuk menegakan diagnosis).
c. Integritas ego
Gejala: Riwayat perubahan kepribadian, ansietas, depresi, euforia, atau
marah kronik (dapat mengindikasikan kerusakan sererbral),
Tanda: Letupan suasana hati, gelisah, penyempitan kontinyu perhatian,
tangisan yang meledak.
d. Eliminasi
Gejala: Gangguan ginjal saat ini atau yang lalu (seperti infeksi/obstruksi
atau riwayat penyakit ginjal masa yang lalu).
e. Makanan/cairan
Gejala: Makanan yang disukai, yang dapat mencakup makanan tinggi garam,
tinggi lemak, tinggi kolesterol, mual, muntah, perubahan berat badan
akhir-akhir ini (meningkat/ menurun), riwayat penggunaan diuretik.
Tanda: Berat badan normal atau obesitas. Adanya edema: kongesti vena.
f. Neurosensori:
Gejala: Keluhan pening/pusing, berdenyut, sakit kepala suboksipital,
episode kebas dan/atau kelemahan pada satu sisi tubuh. gangguan penglihatan.
Tanda: Status mental: perubahan keterjagaan, orientasi, isi bicara, afek, proses
pikir, memori.
Respon
motorik: penurunan kekuatan genggaman tangan dan atau reflek tendon dalam.
g. Nyeri/ketidaknyamanan
Gejala: Angina (penyakit arteri koroner/keterlibatan jantung). Nyeri hilang
timbul pada tungkai, sakit kepala oksipital berat seperti yang pernah terjadi
sebelumnya, nyeri abdomen/massa.
h. Pernapasan
Gejala: Dispnea yang berkaitan dengan aktivitas/kerja, takipnea, ortopnea,
batuk dengan/tanpa pembentukan sputum, riwayat merokok.
Tanda: Distres respirasi/gangguan otot aksesori pernafasan. Bunyi nafas
tambahan (rales/mengi), sianosis.
i.
Keamanan
Gejala: Gangguan koordinasi/cara berjalan, hipotensi postural.
j.
Pembelajaran/penyuluhan
Gejala : - Faktor-faktor
resiko keluarga: hipertensi, aterosklerosis, penyakit jantung, Diabetes Melitus,
penyakit ginjal.
- Faktor-faktor resiko etnik,
seperti: orang Afrika Amerika, Asia Tenggara.
- Penggunaan pil KB atau hormon lain
penggunaan obat/alkohol.
2.
Diagnosa Keperawatan
Diagnosa
Keperawatan adalah suatu pernyataan yang menjelaskan respons manusia dan
individu atau kelompok dimana perawat secara akuntabilitas dapat
mengidentifikasi dan memberikan intervensi secara pasti untuk menjaga status
kesehatan, menurunkan, membatasi, mencegah dan mengubah. (Carpenito, 2000)
Langkah-langkah
dalam menentukan diagnosa keperawatan yaitu: klasifikasi dan analisa data,
interpretasi data, validasi data dan perumusan diagnosa keperawatan.
Menurut Doenges
(2000; 43) diagnosa keperawatan yang mungkin muncul adalah sebagai
berikut:
a. Resiko tinggi terhadap iskemia miokard
berhubungan dengan kerusakan organ sekunder terhadap hipertensi tak terkontrol.
b. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan
kelemahan umum.
c. Gangguan rasa nyaman: Nyeri (akut), sakit
kepala berhubungan dengan peningkatan tekanan vaskular serebral.
d. Nutrisi lebih dari kebutuhan tubuh
berhubungan dengan masukan berlebihan sehubungan dengan kebutuhan metabolik.
e. Kurang pengetahuan tentang penyakit
berhubungan dengan kurang informasi
3.
Rencana Keperawatan
Setelah merumuskan
diagnosa keperawatan, langkah berikutnya adalah menetapkan perencanaan. Perencanaan
meliputi pengembangan strategi desain untuk mencegah, mengurangi, atau
mengoreksi masalah-masalah yang diindentifikasi pada diagnosa keperawatan,
dimana tahapan ini dimulai setelah menentukan diagnosa keperawatan dan
menyimpulkan secara dokumentasi. (Nursalam dikutip dari Iyer, 1996, hal 51)
Beberapa komponen
yang perlu diperhatikan untuk mengevaluasi rencana tindakan keperawatan
meliputi menentukan prioritas, menentukan kriteria hasil, menentukan rencana tindakan
dan dokumentasi. (Nursalam, dikutip dari Carpenito, 2000, hal 58)
a. Menentukan prioritas masalah
Melalui
pengkajian, perawat akan mampu mengidentifikasi respon klien yang
aktual/potensial yang memerlukan suatu tindakan. Dalam menentukan perencanaan
perlu menyusun suatu “sistem” untuk menentukan diagnosa yang akan diambil
tindakan pertama kali. Salah satu sistem yang bisa digunakan adalah hirarki
“Kebutuhan Manusia” dikutip dari Iyer et. al, 1996 dalam (Nursalam, 2001, hal. 52).
1) Hirarki “Maslow”
Dalam menentukan prioritas
diagnosa mengacu pada teori Abraham Maslow.
1) Hirarki “Kalish”
Kalish
(1983) lebih menjelaskan kebutuhan Maslow dengan membagi kebutuhan fisiologis
menjadi kebutuhan untuk “bertahan dan stimulasi”. Kalish mengidentifikasikan
dengan kebutuhan untuk mempertahankan hidup: udara, air, temperatur, eliminasi,
istirahat dan menghindari nyeri. Jika terjadi kekurangan kebutuhan tersebut
klien cenderung menggunakan semua prasarana untuk memuaskan kebutuhan tertentu.
Hanya saja mereka akan mempertimbangkan terlebih dulu kebutuhan yang paling
tinggi prioritasnya, misalnya keamanan atau harga diri. dikutip dari Iyer et.
al, 1996 dalam (Nursalam, 2001, hal. 53).
b. Menentukan kriteria hasil
Pedoman
penulisan kriteria hasil berdasarkan “SMART”:
S :
Spesifik (tujuan harus spesifik dan tidak menimbulkan arti ganda).
M : Measurable (tujuan keperawatan harus dapat
diukur, khususnya tentang perilaku klien: dapat dilihat, didengar, diraba,
dirasakan dan dibau)
A : Achievable (tujuan harus dapat dicapai)
R : Reasonable (tujuan harus dapat
dipertanggungjawabkan secara ilmiah)
T : Time (tujuan keperawatan)
c. Menentukan rencana tindakan
Adalah desain
spesifik intervensi untuk membantu klien dalam mencapai kriteria hasil. Rencana
tindakan dilaksanakan berdasarkan komponen penyebab dari diagnosa
keperawatan.
Menurut
Bulecheck dan Mc Closkey (1989) intervensi keperawatan adalah tindakan langsung
kepada klien yang dilaksanakan oleh perawat.
d. Dokumentasi
Adalah
suatu proses informasi, penerimaan, pengiriman, dan evaluasi pusat rencana yang
dilaksanakan oleh seorang perawat profesional (Ryan, 1973). Format renpra
membantu perawat untuk memproses informasi yang didapat selama tahap pengkajian
dan diagnosa keperawatan. (Nursalam, 2001).
Berikut ini adalah rencana keperawatan dalam tiap
diagnosa :
1)
Resiko
tinggi terhadap iskemia berhubungan dengan kerusakan organ sekunder terhadap
hipertensi tak terkontrol.
Tujuan : Kerusakan organ sekunder terhadap hipertensi
tak terkontrol dapat diatasi.
Kriteria hasil : TD dipertahankan antara 90/60 - 140/90 mmHg,
dan tidak adanya progresi kerusakan organ.
Intervensi :
a). Kaji TD, ukur pada kedua tangan kiri dan kanan untuk evaluasi awal.
Gunakan ukuran manset yang tepat dan teknik yang akurat.
R : Perbandingan dari TD memberikan gambaran yang
lebih lengkap keterlibatan masalah vaskuler. (Doenges, 1999, hal 43).
b). Anjurkan tehnik relaksasi panduan imajinasi, aktivitas pengalihan.
R : Membantu untuk menurunkan rangsang simpatis,
meningkatkan relaksasi (Doenges, 1999, hal 43).
c). Berikan lingkungan tenang, nyaman, kurangi aktivitas/keributan.
R : Menurunkan stress dan ketegangan yang
mempengaruhi tekanan darah dan perjalanan penyakit hipertensi (Doenges, 1999,
hal 43).
d). Anjurkan untuk pembatasan
aktivitas, seperti: istirahat ditempat tidur/kursi; jadwal periode istirahat
tanpa gangguan; bantu pasien melakukan aktivitas perawatan diri sesuai
kebutuhan.
R : Mengurangi ketidaknyamanan dan dapat
menurunkan rangsangan simpatis (Doenges, 1999, hal 43).
e). Berikan tindakan-tindakan yang nyaman, seperti pijitan punggung dan
leher, meninggikan kepala tempat tidur.
R : Dapat menurunkan rangsangan yang menimbulkan
stress; membuat efek tenang, sehingga akan menurunkan TD. (Doenges, 1999, hal
43)
f). Berikan obat sesuai dengan indikasi inhibitor
simpatis, mis : Atenolol.
R : Kerja khusus obat ini bervariasi tetapi secara
umum menurunkan TD melalui efek kombinasi menurunkan curah jantung, menghambat
aktivitas simpatis dan menurunkan pelepasan renin (Doenges, 1999, hal 44 ).
2) Intoleransi aktivitas berhubungan dengan
kelemahan umum.
Tujuan : Klien mampu memenuhi aktivitasnya
sehari-hari.
Kriteria hasil : - Menunjukkan penurunan tanda fisiologi
toleransi.
- Klien tampak segar.
- ADL mandiri.
- Kekuatan otot utuh (5).
Intervensi :
a) Kaji respons klien terhadap aktivitas.
R : Menyebutkan parameter membantu dalam mengkaji
respons fisiologis terhadap stres aktivitas dan bila ada merupakan indikator
dari kelebihan kerja yang berkaitan dengan tingkat aktivitas. (Doenges, 2000,
hal 45)
b)
Jelaskan
penyebab kelemahan.
R : Kelemahan disebabkan oleh kurangnya energi
akibat pemasukan nutrisi yang kurang dari kebutuhan tubuh. (Doenges, 2000, hal
1032)
c)
Anjurkan
pasien untuk menghemat energi, misal: melakukan aktivitas dengan perlahan.
R : Teknik menghemat energi mengurangi penggunaan
energi, juga membantu keseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen. (Doenges,
2000, hal 45)
d) Berikan dorongan untuk melakukan aktivitas
bertahap jika dapat ditoleransi. Berikan bantuan sesuai kebutuhan..
R : Kemajuan aktivitas bertahap mencegah
peningkatan kerja jantung tiba-tiba (Doenges, 2000, hal 45).
3) Gangguan rasa nyaman: nyeri (akut), sakit
kepala berhubungan dengan peningkatan tekanan vaskular serebral.
Tujuan : Nyeri kepala dapat berkurang sampai hilang.
Kriteria hasil : - Ekspresi wajah rileks
- TTV dalam batas normal.
- Skala nyeri 0-1.
Intervensi :
a)
Kaji
status nyeri, area, durasi, jenis nyeri, intensitas, kualitas.
R : Membantu mengevaluasi derajad kenyamanan. (Doenges,
2000, hal 490)
b)
Pertahankan
tirah baring selama fase akut.
R : Meminimalkan stimulasi/meningkatkan relaksasi.
(Doenges, 2000, hal 46)
c)
Berikan
tindakan nonfarmakologik untuk menghilangkan sakit kepala, mis; kompres dingin
pada dahi, pijat punggung dan leher, tenang, redupkan lampu kamar, tehnik
relaksasi.
R : Tindakan yang menurunkan tekanan vaskular
serebral dan yang memperlambat respons simpatis efektif dalam menghilangkan
sakit kepala dan komplikasinya (Doenges, 2000, hal 46).
d) Hilangkan/minimalkan aktivitas
vasokontriksi yang dapat meningkatkan sakit kepala misalnya: mengejan saat BAB,
membungkuk, batuk panjang.
R : Aktivitas yang meningkatkan vasokontriksi
menyebabkan sakit kepala dan adanya peningkatan tekanan vaskular serebral (Doenges,
2000, hal 46).
e)
Kolaborasi:
berikan obat analgesik sesuai indikasi.
R : Menurunkan/mengontrol nyeri dan menurunkan
rangsang sistem saraf simpatis (Doenges, 2000, hal 46)
f)
Kolaborasi:
memberikan obat antiansietas, mis: diazepam..
R : Dapat mengurangi ketegangan dan ketidaknyamanan
yang diperberat oleh stres (Doenges, 2000, hal 1032)
4) Nutrisi lebih dari kebutuhan tubuh
berhubungan dengan masukan berlebihan sehubungan dengan kebutuhan metabolik.
Tujuan : Dapat mengidentifikasi hubungan antara
hipertensi dan kegemukan.
Kriteria hasil : - Menunjuk-kan
perubahan pola makan. (mis: pilihan makanan, kuantitas dan sebagainya)
- Mempertahankan BB yang diinginkan
dengan pemeliharaan kesehatan optimal.
- Memperta-hankan program olah raga
yang tetap secara individual.
Intervensi
:
a)
Kaji
pemahaman pasien tentang hubungan langsung antara hipertensi dan kegemukan.
R : Kegemukan adalah resiko tambahan pada tekanan
darah tinggi karena disproporsi antara kapasitas aorta dan peningkatan curah
jantung berkaitan dengan peningkatan massa tubuh. (Doenges, 1999, hal 46)
b)
Bicarakan
pentingnya menurunkan masukan kalori dan batasi masukan lemak, garam, dan gula
sesuai indikasi.
R : Kesalahan kebiasaan makan menunjang terjadinya
arteriosklerosis dan kegemukan, yang merupakan predisposisi untuk hipertensi
dan komplikasinya. Kelebihan masukan garam memperbanyak volume cairan
intravaskular dan dapat merusak ginjal, yang lebih memperburuk hipertensi. (Doenges,
1999, hal 47)
c)
Anjurkan
klien untuk menurunkan berat badan.
R : Motivasi untuk menurunkan berat badan adalah
internal. Individu harus berkeinginan menurunkan berat badan, jika tidak maka
program sama sekali tidak berhasil (Doenges, 1999, hal 47)
d) Kaji ulang masukan kalori harian dan
pilihan diet.
R : Mengidentifikasi kekuatan/kelemahan dalam
program diet terakhir. Membantu dalam menentukan kebutuhan individu untuk
penyesuaian/penyuluhan.(Doenges, 1999, hal 47)
e)
Instruksikan
dan bantu memilih makanan yang tetap, hindari makanan dengan kejenuhan lemah
tinggi dan kolesterol.
R : Menghindari makanan tinggi lemak jenuh dan
kolesterol penting untuk mencegah perkembangan aterogenesis.(Doenges, 1999, hal
47)
f)
Timbang
BB.
R : Memberikan informasi sehubungan dengan
kebutuhan nutrisi. (Doenges, 2000, hal 212)
5) Kurang pengetahuan tentang tentang
penyakit berhubungan dengan kurang informasi.
Tujuan : Klien dan keluarga mengetahui penyakit
hipertensi.
Kriteria hasil : Menyatakan pemahaman tentang proses penyakit
sampai pencegahan)
Intervensi
:
a)
Kaji
tingkat pengetahuan dan kesiapan untuk belajar.
R : Belajar lebih mudah bila dimulai dari
pengetahuan peserta belajar. (Doenges, 2000, 436)
b)
Bahas
konsep TD menggunakan terminologi dan orang terdekat yang dapat dimengerti:
-
Nilai
normal
-
Efek
tekanan darah tinggi
R : Resiko stroke meningkat secara langsung dengan
tekanan darah individu.(Doenges, 2000, 90)
c)
Jelaskan
secara singkat dan sederhana mengenai:
-
Pengertian
-
Penyebab
-
Tanda
dan gejala
-
Pengobatan/penanganan
-
Pencegahan
R : Banyak pasien mengetahui ini sulit untuk
meyakini mereka mengalami hipertensi karena asimtomatik pada awalnya sampai kepatuhan
mulai terjadi sekunder terhadap kerusakan organ. Kepatuhan ditingkatkan bila
pasien memahami kondisi mereka.(Engram, hal 370)
d)
Tanya batas
normal TD.
R : Meningkatkan pemahaman klien bahwa TD yang
tinggi dapat terjadi tanpa gejala adalah untuk pasien melanjutkan pengobatan
meskipun merasa sehat. (Doenges, 2000, 49).
1.
Pelaksanaan
Iyer, et all
(1996), menyatakan bahwa pelaksanaan tindakan keperawatan adalah inisiatif dari
rencana tindakan untuk mencapai tujuan yang spesifik. Pelaksanaan merupakan aplikasi
dari perencanaan keperawatan oleh perawat bersama klien. Hal-hal yang harus
kita perhatikan ketika akan melakukan implementasi adalah intervensi yang
dilakukan sesuai dengan rencana.
Setelah dilakukan
validasi, penguasaan keterampilan interpersonal, intelektual dan teknik
intervensi harus dilakukan dengan cermat dan efisien pada situasi yang tepat,
keamanan fisik dan psikologi dilindungi dan dokumentasi keperawatan berupa
pencatatan dan pelaporan (Nursalam, 2000).
2.
Evaluasi
Evaluasi adalah salah
satu yang direncanakan dan perbandingan yang sistematis pada status kesehatan
klien.
Evaluasi terdiri atas dua jenis yaitu evaluasi
formatif dan evaluasi sumatif. Evaluasi formatif disebut juga evaluasi proses,
evaluasi jangka pendek, atau evaluasi berjalan, dimana evaluasi dilakukan
secepatnya setelah tindakan keperawatan dilakukan sampai tujuan tercapai.
Sedangkan evaluasi sumatif ini disebut evaluasi hasil, evaluasi akhir, evaluasi
jangka panjang. Evaluasi ini dilakukan pada akhir tindakan keperawatan
paripurna dilakukan dan menjadi suatu metode dalm memonitor kualitas dan
efisiensi tindakan yang diberikan. Bentuk evaluasi ini lazimnya menggunakan
format “SOAP”.
Tujuan evaluasi
adalah untuk mendapatkan kembali umpan balik rencana keperawatan, nilai serta
meningkatkan mutu asuhan keperawatan melalui hasil perbandingan standar yang
telah ditentukan sebelumnya. (Nursalam, 1996; 64).
Evaluasi pada klie
dengan penyakit hipertensi dalah tidak adanya progresi kerusakan organ, ADL
mandiri, kekuatan otot utuh, TTV dalam batas normal, menunjukan perubahan pola
makan.
3.
Perencanaan Pulang (Discharge Planning)
Selama dirawat di
Rumah Sakit, pasien sudah dipersiapkan untuk perawatan dirumah. Beberapa
informasi penyuluhan pendidikan yang harus sudah dipersiapkan/diberikan pada
pasien ini adalah:
a. Pengertian dari penyakit hipertensi.
b. Penjelasan tentang penyebab penyakit.
c. Memanifestasi klinik yang dapat
ditanggulangi/diketahui oleh klien dan keluarga.
d. Penjelasan tentang penatalaksanaan yang
dapat klien dan keluarga lakukan.
e. Klien dan keluarga dapat pergi ke Rumah
Sakit/Puskesmas terdekat apabila ada gejala yang memberatkan penyakitnya.
f. Keluarga harus mendorong/memberikan
dukungan pada pasien dalam menaati program pemulihan kesehatan.
(Doenges, 2000; 41)