Label blog barry

ASKEP COPD


BAB  II
LANDASAN TEORI


A.     KONSEP DASAR MEDIS

1)  Definisi
COPD atau yang lebih dikenal dengan PPOM merupakan suatu kumpulan penyakit paru yang menyebabkan obstruksi jalan napas, termasuk bronchitis, empisema, bronkietaksis dan asma.
Bronkhitis kronis dan bronkietasis ditandai dengan pembentukan mucus bronchial yang berlebihan  dan batuk yang disebabkan oleh inflamasi kronis bronkiolus dan hipertropi serta hyperplasia kelenjar mukosa, pada empisema, obstruksi jalan napas disebabkan oleh hperinflasi alveoli, kehilangan elastisitas jaringan paru dan penyempitan jalan napas kecil. Asma ditandai oleh penyempitan jalan napas bronchial.
PPOM paling sering diakibatkan  dari iritasi oleh iritan kimia (industri dan tembakau), polusi udara, atau infeksi saluran pernapasan kambuh ( Carpernito, 1999. hal 110 ).
COPD atau PPOM merupakan suatu kelompok paru yang mengakibatkan obstruksi yang menahun dan persisten dari jalan  napas di dalam paru. Termasuk dalam kelompok ini yaitu : bronkiektasis , bronkhitis menahun, emfisema paru, beberapa batuk dari asma, dan lain-lain. Walaupun masing-masing mempunyai karakteristik tersendiri tetapi sering secara klinis, radiologik, dan fisiologik terdapat “Overlopping“ satu sama lain sehingga penegakan diagnosis pasti dari pada salah satu penyakit sukar di tetapkan. Secara fungsional semuanya akan mengakibatkan peningkataan tahanan saluran napas. (“airways resistance”). ( Kapita selekta, 1982. hal 218 ).
Penyakit obstruksi menahun (COPD) merupakan penyakit paru yang jelas secara anatomi memberikan tanda kesulitan pernapasan yang mirip  yaitu keterbatasan jalan udara yang kronis, terutama beartambahnya resistensi terhadap jalan udara saat ekspirasi. ( Robbins, 1995. hal. 137 ).
2)      Anatomi Fisiologi
a)  Anatomi saluran pernapasan
1)      Rongga hidung
Merupakan saluran udara yang pertama, mampunyai dua lubang (kavum nasi), dan dipisahkan oleh sekat hidung (septum nasi). Didalamnya terdapat bulu-bulu yang berguna untuk menyaring udara, debu dan kotoran yang masuk kedalam lubang hidung, fungsi hidung adalah bekerja sebagai saluran udara pernapasan sebagai penyaring udara pernapasan yang dilakukan oleh bulu-bulu hidung dapat menghangatkan udara pernapasan oleh mukosa, membunuh kuman-kuman yang masuk bersama-sama udara pernapasan leukosit yang terdapat di dalam mukosa hidung.
2)      Faring.
Merupakan tempat persimpangan antara jalan pernapasan dan jalan makanan, terdapat dibawah dasar tengkorak, dibelakang rongga hidung dan mulut sebelah depan ruas tulang leher, keatas berhubungan dengan rongga hidung disebut nasofaring, kedepan berhubungan denga rongga mulut disebut orofaring, kebawah mempunyai dua lubang bagian depan disebut laringofaring, bagian belakang adalah esofagus sebagai saluran pencernaan. Pada lengkungan faring terdapat dua buah tonsil atau amandel yang bersimpulkan  kelenjar limfe yang banyak mengandung lymfosit dan juga epiglotis yang berfungsi menutupi laring pada saat menelan makanan.
3)      Laring.
Merupakan struktur epitel kartilago berbentuk rangkaian cincin yang meghubungkan faring dengan trakea. Fungsi laring adalah
memungkinkan terjadinya vokalisasi. Laring juga melindungi jalan pernapasan bawah dari obstruksi benda asing dan memudahkan batuk.
1)      Trakea.
Trakea disokong oleh cincin tulang rawan yang berbentuk sepatu kuda dan panjangnya kurang lebih 5 inch. Trakea diliputi oleh selaput lendir yang memiliki silia, berfungsi untuk mengeluarkan benda asing yang masuk bersama-sama dengan udara pernapasan. Karina merupakan tempat percabangan trakea menjadi bronkus utama kiri dan kanan. Bagian ini memiliki banyak saraf dan dapat menyebabkan bronkospasme dan batuk yang kuat jika di rangsang.
2)      Bronkus.
Merupakan lanjutan dari trakea ada dua buah yang terdapat pada ketinggian vertebral torakalis ke IV dan V. mempunyai struktur serupa dengan trakea dan dilapisi oleh jenis sel sama. Bronkus-bronkus ini berjalan kebawah dan kesamping tumpukan paru-paru.
Bronkus kanan lebih pendek dan lebih besar dari pada bronkus kiri, terdiri dari 6-8 cincin, mempunyai tiga cabang. Bronkus kiri lebih panjang dan lebih kecail atau ramping, terditi dari 9-12 cincin mempunyai 2 cabang, bronkus yang bercabang-cabang yang lebih kecil disebut bronkeolus (bronkioli). Pada bronkioli terdapat gelambung paru dan gelembunag  hawa atau alveoli.
3)      Paru-paru.
Paru-paru merupakan salah satu alat tubuh yang sebagian besar terdiri dari gelembung-gelembung (alveoli). Alveoli terdiri dari sel-sel epitel dan endotel. Jika dibentang luas permukaan kurang lebih 90 m2, pada lapisan inilah terjadi pertukaran udara, O2 masuk kedalam darah dan CO2 dikeluarkan dari dalam darah. Banyaknya gelembung paru-paru ini kurang lebih  700.000.000 buah (paru-paru kiri dan kanan).
Paru-paru ini dibagi menjadi dua yaitu paru-paru kanan yang terdiri dari 3 lobus dan paru-paru kiri  mempunyai 2 lobus. Letak paru-paru adalah pada rongga dada tepatnya pada cavum mediastinum. Paru-paru dibungkus oleh dua selaput halus yang disebut fleura visceral, sedangkan selaput yang berhubungan langsung denga rongga dada sebelah dalam adalah  selaput fleur parietal. Diantara pleura ini terdapat sedikit cairan, berungsi untuk melucinkan permukaan selaput fleura agar dapat bergerak akibat inspirsi dan ekspirasi, paru-paru akan terlindungi dinding dada.
Kapasitas paru-paru dapat dibedakan menjadi dua kapasitas yaitu kapasitas  total yang mengandung arti jumlah udara dapat mengisi paru-paru pada inspirasi sedalam-dalamnya. Sedangkan kapasitas vital adalah jumalah udara dapat dikeluarkan  setelah ekspirasi maksimal. Dalam keadaan noumal kedua paru-paru dapat menampung udara sebanyak kurang lebih5 liter. Waktu ekspirasi di dalam paru-paru dapat masih tertinnggal kurang lebih  3 liter udara. Pada waktu kita bernapas biasa udarayang masuk kedalam paru-paru 2. 600 CM3 atau 2 ½  M jumlah pernapasan. Dalam keadaan normal orang dewasa 16-18 x/ menit, anak-anak  : 24 x/menit, dan bayi : 30 x/menit. Dalam keadaan tertentu keadaan tersebut akan berubah, misalnya akibat dari suatu penyakit, pernapasan bisa bertambah cepat atau sebaliknya.
( Sumber : Syaifuddin, 1996. hal 106 ).
b)  Fisiologi Pernapasan
Bernapas atau respirasi adalah peristiwa menghirup udara luar atau atmosfer kedalam tubuh atau menghembuskan udara yang banyak mengandung karbondioksida sebagani sisa dari oksidasi, udara dihirup masuk melintasi traktus respiratorius sampai alveoli. Sebagai terjadinya proses atmosfir karbondioksida  dikeluarkan melalui kapiler-kapiler alveoli dibawa ke atrium sinistra vena purmonalis Yang kemudian diteruskan di vertikel sinestrayang di pomp[a di aorta, kemudian dialirkan keseluruh tubuh, didalam pubuh terjadi proses oksidasi atau pembakaran, ampas dari  sisa pembakaran tubuh adalah karbondioksida. Karbondioksida dikangkat oleh sirkulasidarah vena masuk ke atrium dekstra ke vertikel dekstra dan di pompa ke paru-paru melintasi arteri pulmonalis. Didalam sel paru-paru terjadi lagi proses oksidasi, karbon dioksida dikeluarkan melalui ekspirasi sedangkan sisa lainnya dikeluarkan melalui traktus urogenital dalam bentuk air senidan kulit dalam bentuk keringat.
( Syarifuddin, 1996. hal. 107 ).

2)      Etiologi
Ada tiga factor yang mempengaruhi timbulnya COPD yaitu rokok, infeksi dan polusi, selain itu pula berhubungan dengan factor keturunan, alergi, umur serta predisposisi genetic, tetapi belum diketahui dengan jelad apakah factor-faktor tersebut berperann atau tidak.
1.      Rokok.
Menurut buku report of the WHO expert comitte on smoking control, rokok adalah penyebab utama timbulnya COPD. Secara pisiologis rokok berhubungan langsung dengan hiperflasia kelenjar mukaos  bronkusdan metaplasia skuamulus epitel saluran pernapasan. Juga dapat menyebabkan bronkokonstriksi akut. Menurut Crofton & Doouglas merokok menimbulkan pula inhibisi aktivitas sel rambut getar, makrofage alveolar dan surfaktan.
2.      Infeksi
Infeksi saluran pernapasan bagian atas pada seorang penderita bronchitis koronis hamper selalu menyebabkan infeksi paru bagian bawah, serta menyebabkan kerusakan paru bertambah. Ekserbasi bronchitis koronis disangka paling sering diawali dengan infeksi virus, yang kemudaian menyebabkan infeksi sekunder oleh bakteri.


3.      Polusi
Polusi zat-zat kimia yang dapat juga  menyebabkan brokhitis adalah zat pereduksi seperti O2, zat-zat pengoksidasi seperti N2O, hydrocarbon, aldehid dan ozon.
( Sumber :Ilmu penyakit dalam, 1996. hal. 755 ).

Pada umumnya COPD menimbulkan kelainan yang sama. Pada dasarnya ada tiga kelainan fisiologis  yang dapat menimbulkan insufiensi atau ketidakcukupan pernapasan, yaitu karena :
a)  Ventilasi yang tidak memadai di alveoli.
b)  Pengurangan difusi gas melalui membrane pernapasan.
c)  Berkurangnya transportasi oksigen dari paru-paru ke jaringan.
Ventilasi yang tidak memadai di alveoli karena adanya kelainan yang menambah kerja ventilasi yaitu dengan penambahan tahanan jalan udara.
Mekanisme terjadinya obstruksi.
a)  Intraluminer
Akibat infeksi dan iritasi yan menahun pada lumen bronkus, sebagian bronkus tertutup oleh secret ang berlebihan.
b)  Intramular
Dinding bronkus menebal, akibatnya :
-         Kontraksi otot-otot polos  bronkus dan bronkiolus seperti pada asma,
-         Hipertrofi dari kelenjar-kelenjar mukus,
-         Edema dan inflamasi (peradangan), sering terdapat pada bronkhitis dan asma.
c)  Ekstramular.
Kelainan terjadi di luar saluran pernapsan. Destruksi dari jaringan paru mengakibatkan hilangnya kontraksi radial dinding bronkus ditambah dengan hiperinflamasi jeringan paru menyebabkan penyempitan saluran napas.
( Sumber :  Kapita Selekta, 1982. hal. 218 ).     
b)  Fisiologi Pernapasan
Bernapas atau respirasi adalah peristiwa menghirup udara luar atau atmosfer kedalam tubuh atau menghembuskan udara yang banyak mengandung karbondioksida sebagani sisa dari oksidasi, udara dihirup masuk melintasi traktus respiratorius sampai alveoli. Sebagai terjadinya proses atmosfir karbondioksida  dikeluarkan melalui kapiler-kapiler alveoli dibawa ke atrium sinistra vena purmonalis Yang kemudian diteruskan di vertikel sinestrayang di pomp[a di aorta, kemudian dialirkan keseluruh tubuh, didalam pubuh terjadi proses oksidasi atau pembakaran, ampas dari  sisa pembakaran tubuh adalah karbondioksida. Karbondioksida dikangkat oleh sirkulasidarah vena masuk ke atrium dekstra ke vertikel dekstra dan di pompa ke paru-paru melintasi arteri pulmonalis. Didalam sel paru-paru terjadi lagi proses oksidasi, karbon dioksida dikeluarkan melalui ekspirasi sedangkan sisa lainnya dikeluarkan melalui traktus urogenital dalam bentuk air senidan kulit dalam bentuk keringat.
( Syarifuddin, 1996. hal. 107 ).

2)      Etiologi
Ada tiga factor yang mempengaruhi timbulnya COPD yaitu rokok, infeksi dan polusi, selain itu pula berhubungan dengan factor keturunan, alergi, umur serta predisposisi genetic, tetapi belum diketahui dengan jelad apakah factor-faktor tersebut berperann atau tidak.
1.      Rokok.
Menurut buku report of the WHO expert comitte on smoking control, rokok adalah penyebab utama timbulnya COPD. Secara pisiologis rokok berhubungan langsung dengan hiperflasia kelenjar mukaos  bronkusdan metaplasia skuamulus epitel saluran pernapasan. Juga dapat menyebabkan bronkokonstriksi akut. Menurut Crofton & Doouglas merokok menimbulkan pula inhibisi aktivitas sel rambut getar, makrofage alveolar dan surfaktan.
2.      Infeksi
Infeksi saluran pernapasan bagian atas pada seorang penderita bronchitis koronis hamper selalu menyebabkan infeksi paru bagian bawah, serta menyebabkan kerusakan paru bertambah. Ekserbasi bronchitis koronis disangka paling sering diawali dengan infeksi virus, yang kemudaian menyebabkan infeksi sekunder oleh bakteri.


3.      Polusi
Polusi zat-zat kimia yang dapat juga  menyebabkan brokhitis adalah zat pereduksi seperti O2, zat-zat pengoksidasi seperti N2O, hydrocarbon, aldehid dan ozon.
( Sumber :Ilmu penyakit dalam, 1996. hal. 755 ).

Pada umumnya COPD menimbulkan kelainan yang sama. Pada dasarnya ada tiga kelainan fisiologis  yang dapat menimbulkan insufiensi atau ketidakcukupan pernapasan, yaitu karena :
a)  Ventilasi yang tidak memadai di alveoli.
b)  Pengurangan difusi gas melalui membrane pernapasan.
c)  Berkurangnya transportasi oksigen dari paru-paru ke jaringan.
Ventilasi yang tidak memadai di alveoli karena adanya kelainan yang menambah kerja ventilasi yaitu dengan penambahan tahanan jalan udara.
Mekanisme terjadinya obstruksi.
a)  Intraluminer
Akibat infeksi dan iritasi yan menahun pada lumen bronkus, sebagian bronkus tertutup oleh secret ang berlebihan.
b)  Intramular
Dinding bronkus menebal, akibatnya :
-         Kontraksi otot-otot polos  bronkus dan bronkiolus seperti pada asma,
-         Hipertrofi dari kelenjar-kelenjar mukus,
-         Edema dan inflamasi (peradangan), sering terdapat pada bronkhitis dan asma.
c)  Ekstramular.
Kelainan terjadi di luar saluran pernapsan. Destruksi dari jaringan paru mengakibatkan hilangnya kontraksi radial dinding bronkus ditambah dengan hiperinflamasi jeringan paru menyebabkan penyempitan saluran napas.
( Sumber :  Kapita Selekta, 1982. hal. 218 ).   
2)      Fathofisiologi
Walaupun COPD terdiri dari berbagai penyakit tetapi seringkali memberikan kelainan fisiologis yang sama. Akibat infeksi dan iritasi yang menahun pada lumen bronkus, sebagian bronkus tertutup oleh secret yang berlebihan, hal ini menimbulkan dinding bronkus menebal, akibatnya otot-otot polos pada bronkus dan bronkielus berkontraksi, sehingga menyebabkan hipertrofi dari kelenjar-kelenjar mucus dan akhirnya terjadi edema dan inflamasi. Penyempitan saluran pernapasan terutama disebabkan elastisitas paru-paru yang berkurang. Bila sudah timbul gejala sesak, biasanya sudah dapat dibuktikan adanya tanda-tanda obstruksi. Gangguan ventilasi yang berhubungan dengan obstruksi jalan napas mengakibatkan hiperventilasi (napas lambat dan dangkal) sehingga terjadai retensi CO2 (CO2 tertahan) dan menyebabkan hiperkapnia (CO2 di dalam darah/cairan tubuh lainnya meningkat).
Pada orang noirmal sewaktu terjadi ekspirasi maksimal, tekanan yang menarik jaringan paru akan berkurang, sehingga saluran-saluran pernapasan bagian bawah paru akan tertutup. Pada penderita COPD saluran saluran pernapasan tersebut akan lebih cepat dan lebih banyak yang tertutup. Akibat cepatnya saluran pernapasan menutup serta dinding alveoli yang rusak, akan menyebabkan ventilasi dan perfusi yang tidak seimbang. Tergantung dari kerusakannya dapat terjadi alveoli dengan ventilasi kurang/tidak ada, tetapi perfusi baik, sehingga penyebaran pernapasan udara maupun aliran darah ke alveoli, antara alveoli dan perfusi di alveoli (V/Q rasio yang tidak sama). Timbul hipoksia dan sesak napas, lebih jauh lagi hipoksia alveoli menyebabkan vasokonstriksi pembuluh darah paru dan polisitemia.
( Soemardi. E. S, 1996.).
 
2)      Manifestasi Klinis
COPD merupakan penyakit obstruksi saluran napas, terjadai sedikit demi sedikit, bertahun tahun.biasanya dimulai pada seorang penderita perokok berumur 15-25 tahun produktivitasnya menurun dan timbul perubahan pada saluran pernapasan kecil dan fungsi paru mulai pula berubah. Umur 35-45 tahun timbul batuk produktif. Umur 45-55 tahun timbul sesak napas, hiposemia dan perubahannya pada pemeriksaan spirometri. Sering berulang-ulang mendapat infeksi saluran pernapasan bagian atas sehingga  sering kali tidak dapat berkerja. Umur 55-65 tahun sudah ada kor pulmonal yang dapat menyebabkan kegagalan pernapasan dan meinggal dunia.
( Sumber : Ilmu Penyakit Dalam, 1996. hal. 756 )
Semua penyakit pernapasan dikaraktaristikan oleh obstruksi koronis pada aliran udara. Penyebab utama abstruksi bermacam-macam., misalnya ;
Ø      Inlamasi jalan napas
Ø      Pelengketan mukosa
Ø      Penyempitan lumen jalan napas
Ø      Kerusakan jalan napas
Ø      Takipnea
Ø      Ortopnea
( Sumber : Doenges, 1999. hal 152 ).

3)      Pemeriksaan Diagnostik.
Pemeriksaan penunjang dalam COPD adalah sebagai berikut :
a.       Pemeriksaan radiologis
Pemeriksaan radiologist sangat membantu dalam menegakan atau menyokong diagnosis dan menyingkirkan penyakit-penyakit lain.
b.      Pemeriksaan faal paru
Pada pemeriksaan fungsi paru FVC (kapasitas vital kuat) dan fev folume ekspirasi kuat mengalami penurunan menjadi kurang ari 20 %.
c.       Analisis gas darah.
Pada pemeriksaan gas darah arteri PH < 7,35;Paco2> 45 mmHg, sedangkan yang normal PH 7,35-7,45 dan PaCO2 35-45 mmHg, serta pO2 75-100 mmHg.

d.      Pemeriksaaan EKG (elektrokardiogram).
( Sumber : Ilmu Penyakit Dalam, 1996. hal. 757 ).

4)      Penatalaksanaan
Penatalaksanaan pada penderita COPD prinsifnya ialah untuk meringankan keluhan simtomatik, memperbaiki serta mempertahankan fungsi paru dan usaha pencegahan harus dilakukan seperti penghentian merokok, menghindari polusi udara.
Adapun penatalaksanaan yang dapat dilakukan adalah
a.       Pemberian bronkodilator
1)      Teoillin
Golongan teofilin biasanya diberikan dengan dosis 10-15 mg/kg berat badan per oral.
2)      Agonis B2
Sebaiknya diberikan scara aerosol atau nebulizer. Dapat juga diberikan kombinasi obat secara aerosol maupun oral, sehingga diharapkan mempunyai efek bronkodilator lebih kuat.
b.      Pemberian kortikosteroid
Pada beberapa penderita pemberian kortikosteroid akan mengurangi obstruksi  saluran pernapasan.
c.       Mengurangi retraksi usus
Usaha untuk mengeluarkan dn mengurangi mukus, merupakan pengobatan yang utama dan penting pada pengelalaan COPD. Untuk itu dapat dilakukan  :
-         Minum air putih yang cukup agar tuidak dehidrasi.
-         Ekspektoran.
      Yang sering digunakan gliserilquaiakolat, kalium yodida dan ammonium klorida
-         Nebulizasi dan humidifikasi dengan uap air menurunkan viskositas dan mengencer sputum.
-         Mukolitik.
Dapat digunakan asetil sistein atau bromheksin.
d.      Fisioterafi dan rehabilitasi.
Berguna untuk ;
-         Mengeluarkan mukus dari saluran pernapasan
-         Memperbaiki efisiensi ventilasi
-         Memperbaiki dan meningkatkan kekiatan fisis.

5)      Komplikasi.

komplikasi yang sering terjadi dengan berlanjutnya penyakit, yaitu :

a.       Kegagalan respirasi yang ditandai dengan sesak napas dengan manifestasi asidosis respirasi.
b.      Retensi co2
c.       Menurunnya saturasi O2
d.      Hematologik  : polisitemia
e.       Ukkus peptikum, terjadinya sukar diketahui.

A.     KONSEP DASAR KEPERAWATAN

Proses keperawatan adalah metode dimana suatu konsep diterapkan dalam praktek keperawatan. Hal ini biasa disebut sebagai suatu pendekatan problem solving atau pemecahan masalah, yang memerlukan ilmu teknik dan ketrampilan intrapersonal ditujukan untuk memenuki kebutuan klien. ( Nursalam, 1996. hal. 1 ).
Pada bagian ini penulis akan menguraikan tentang konsep dasar asuhan keperawatan klien dengan COPD, dimana asukhan keperawatan ini mengguakan pendekatan proses diagnosa keperawatan, intervensi keperawatan, implementasi dan evaluasi.
      ( nursalam dikutip dari dr iyer, 1996. hal. 1 ).
1.      Pengkajian
Pengkajian adalah langkah awal yang sangat menentukan keberhasilan dari proses keperawatan tersebut. Pengkajian harus dilakukan secara teliti sehingga didapatkan informasi yang tepat. Adapun hal yang perlu dikaji dalam  kasus ini antara lain ;
a.       Identitas klien
Nama, tempat tanggal lahir, umur, jenis kelamin, agama/suku, warga Negara, bahasa yang digunakan, penanggung jawap meliputi : nama, alamat, hubungan dengan klien.
b.      Pola persepsi kesehatan-pemeliharaan kesehatan.

kaji status  riwayat kesehatan yang pernah dialami klien, apa upaya dan dimana kliwen  mendapat pertolongan kesehatan, lalu apa saja yang membuat status kesehatan klien menurun.

c.       Pola nutris metabolik.
Tanyakan kepada klien tentang jenis, frekuensi,  dan jumlah klien makan dan minnum klien dalam sehari. Kaji selera makan berlebihan atau berkurang, kaji adanya mual muntah ataupun adanyaterapi  intravena, penggunaan selang enteric, timbang juga berat badan, ukur tinggi badan, lingkaran lengan atas serta hitung berat badan ideal klien untuk memperoleh gambaran status nutrisi.
d.      Pola eliminasi.
1)  Kaji terhadap rekuensi, karakteristik, kesulitan/masalah  dan juga
pemakaian alat bantu seperti folly kateter, ukur juga intake dan output setiap sift.
2) Eliminasi proses, kaji terhadap prekuensi, karakteristik,
     kesulitan/masalah defekasi dan juga pemakaian alat bantu/intervensi  
    dalam Bab.
e.       Pola aktivitas dan latihan
Kaji kemampuan beraktivitas baik sebelum sakit atau keadaan sekarang dan juga penggunaan alat bantu seperti tongkat, kursi roda dan lain-lain. Tanyakan kepada klien tentang penggunaan waktu senggang. Adakah keluhanpada pernapasan, jantung seperti berdebar, nyeri dada, badan lemah.
f.        Pola tidur dan istirahat
Tanyakan kepada klien kebiasan tidur sehari-hari, jumlah jam tidur, tidur siang. Apakah klien memerlukan penghantar tidur seperti mambaca, minum susu, menulis, memdengarkan musik, menonton televise. Bagaimana suasana tidur klien apaka terang atau gelap. Sering bangun saat tidur dikarenakan oleh nyeri, gatal, berkemih, sesak dan lain-lain.
g.       Pola persepsi kogniti
Tanyakan kepada klien apakah menggunakan alat bantu pengelihatan, pendengaran. Adakah klien kesulitan mengingat sesuatu, bagaimana klien mengatasi tak nyaman : nyeri. Adakah gangguan persepsi sensori seperti pengelihatan kabur, pendengaran terganggu. Kaji tingkat orientasi terhadap tempat waktu dan orang.
h.       Pola persepsi dan konsep diri
Kaji tingkah laku mengenai dirinya, apakah klien pernah mengalami putus asa/frustasi/stress dan bagaimana menurut klien mengenai dirinya.
i.         Pola peran hubungan dengan sesame
Apakah peran klien dimasyarakat dan keluarga, bagaimana hubungan klien di masyarakat dan keluarga dn teman sekerja. Kaji apakah ada gangguan komunikasi verbal dan gangguan dalam interaksi dengan anggota keluarga dan orang lain.
j.        Pola produksi seksual
Tanyakan kepada klien tentang penggunaan kontrasepsi dan permasalahan yang timbul. Berapa jumlah anak klien dan status pernikahan klien.
k.      Pola mekanisme koping dan  toleransi terhadap stress.
Kaji faktor yang membuat klien marah dan tidak dapat mengontrol diri, tempat klien bertukar pendapat dan mekanisme koping yang digunakan selama ini. Kaji keadaan klien saat ini terhadap penyesuaian diri, ugkapan, penyangkalan/penolakan terhadap diri sendiri.
l.         Pola system kepercayaan
Kaji apakah klien dsering beribadah, klien menganut agama apa?. Kaji apakah ada nilai-nilai tentang agama yang klien anut bertentangan dengan kesehatan.
2.      Diagnosa Keperawatan
Memberikan dasar-dasar memilih intervensi untuk mencapai hasil menjadi tanggung jawab dan tanggung gugat paerawat.
Adapun diagnosa keperawatan yang dapat muncul pada pasien dengan COPD adalah sebagai berikut :
1)      Bersihan jalan napas tak efektif berhubungan dengan gangguan peningkatan produksi secret, sekresi tertahan, tebal dan kental.
2)      Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan  gangguan suplai oksigen berkurang. (obstruksi jalan napas oleh secret, spasme bronkus).
3)      Gangguan rasa nyaman : nyeri berhubungan dengan proses peradangan pada selaput paru-paru.
4)      Kurang pengetahuan mengenai proses dan prognosis penyakit berhubungan dengan kurang informasi.
( Doenges, 1999. hal 156 ).

3.      Perencanaan Keperawatan.
Setelah merumuskan diagnosa keperawatan langkah berikutnya adalah menentukan perencanaan keperawatan yang meliputi pengemabangan strategi desain untuk mencegah, dan mengurangi. ( Nursalam, 2001. hal 51 ).
Tahap dalam perencanaan meliputi penentuan prioritas masalah, tujuan, criteria hasil, menentukan rencana dan tindakan pelimpahan (medis dan ti kesehatan lainnya), dan program perintah medis.
Pada dasarnya membuatan prioritas masalah dibuat berdasarkan kebutuhan dasar manusia. Menurut Abraham moslow, meletakan kebutuhan fisiologis sebagai kebutuhan paling dasar, rasa aman, mencintai dan dicintai, harga diri dan aktualisasi diri.
Berdasarkan diagnosa keperawatan yang muncul pada klien dengan COPD adalah sebagai berikut :
1)      Bersihan jalan napas tak efektif berhubungan dengan gangguan peningkatan produksi secret, sekresi tertahan, tebal dan kental.
Tujuan              : Ventilasi/oksigenisasi  adekuat   untuk        kebutuhan 
    individu.
Kriteria hasil     : Mempertahankan jalan napas paten dan bunyi napas
  bersih/jelas.
Intervensi.
1.      Kaji/pantau frekuensi pernapasan, catat rasio inspirasi/ekspirasi.
Respon : takipnea biaanya ada beberapa derajat dan dapat ditemukan pada penerimaan atau selama stress/adanya proses infeksi akut. Pernapasan dapat melambat dan  frekuensi ekspirasi memanjang disbanding inspirasi.
2.      kaji pasien untuk posisi yang nyaman, misalnya peninggian kepala tempat tidur, duduk dan sandaran tempat tidur.
Rasional : peninggian kepala tempat tidur mempermudah
                  pernapasan dan  menggunakan gravitasi. Namun pasien
                  dengan distress berat akan mencari posisi yang lebih
                  mudah untuk bernapas. Sokongan tangan/kaki dengan
                  meja, bantal dan lain-lain membantu menurunkan
                  kelemahan otot dan dapat sebagai alat ekspansi dada.
3.      Auskultasi bunyi napas, catat adanya bunyi napas misalnya  : mengi, krokels dan ronki..
Rasional : Beberapa derajat spasme bronkus terjadi dengan
obstruksi jalan napas dan dapat/tidak dimanifestasikan dengan adanya bunyi napas adventisius, misalnya : penyebaran, krekels basah (bronchitis), bunyi napas redup dengan ekspirasi mengi (emfisema), atau tidak adanya bunyi napas (asma berat).
4.      Catat adanya /derajat disepnea, misalnya : keluhan “lapar udara”, gelisah, ansietas, distress pernapasan, dan penggunaan obat bantu.
Rasional : Disungsi pernapasan adalah variable yang tergantung
pada tahap proses kronis selain proses akut yang menimbulkan perawatan di rumah sakit, misalnya infeksi dan reaksi alergi.
5.      Dorong/bantu latihan napas abdomen atau bibir.
Rasional ; Memberikan pasien beberapa cara untuk mengatasi dan mengontrol dispnea dan menurunkan jebakan udara.
6.      Observasi karakteristik batuk, misalnya : menetap, batuk pendek, basah, bantu tindakan untuk memperbaiki keefektifan jalan napas.
Rasional : batuk dapat menetap tetapi tidak efektif, khususnya  bila
pasien lansia, sakit akut, atau kelemahan. Batuk paling efektif pada posisi duduk paling tinggi atau kepala dibawah setelah perkusi dada.
7.      Tingkatkan masukan cairan sampai 3000 ml/hari sesuai toleransi jantung. Memberikan
Rasional : Hidrasi membantu menurunkan kekentalan secret,
mempermudah pengeluaran. Penggunaan air hangat dapat menurunkan spasme bronkus. Cairan selama makan dapat meningkatkan distensi gaster dan tekanan pada diafragma.

8.      Bronkodilator, misalnya, β-agonis, efinefrin (adrenalin, vavonefrin), albuterol (proventil, ventolin), terbutalin (brethine, brethaire), isoeetrain (brokosol, bronkometer).
Rasional : Merilekskan otot halus dan menurunkan kongesti local,
menurunkan spasme jalan napas, mengi dan produksi mukosa. Obat-obatan mungkin per oral, injeksi atau inhalasi. dapat meningkatkan distensi gaster dan tekanan pada diafragma.
 ( Doenges, 1999. hal 156 ).
2)      Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan  gangguan suplai oksigen berkurang. (obstruksi jalan napas oleh sekret, spasme bronkus).
Tujuan : Mempertahankan tingkat oksigen yang adekuat untuk
  keperluan tubuh.
Kriteria hasil :
-         Tanpa terapi oksigen, SaO2 95 % dank lien tidan mengalami sesak napas.
-         Tanda-tanda vital dalam batas normal
-         Tidak ada tanda-tanda sianosis.
Intervensi.
1.      Kaji frekuensi, kedalaman pernapasan, catat pengguanaan otot aksesorius, napas bibir, ketidakmampuan  bicara/berbincang.
Respon : Berguna dalam evaluasi derajat distress pernapasan  
   dan/atau koronisnya proses penyakit.
2.      Kaji/awasi secara rutin kulit dan warna membrane mukosa.
Rasional : Sianosis mungkin perifer (terlihat pada kuku)atau
                  sentral  (terlihat sekitar bibir atau danun telinga). 
Keabu-abuan dan dianosis sentral mengindikasikan beratnya  hipoksemia.
3.      Tinggikan kepala tempat tidur, bantu pasien untuk memilih posisi yang mudah untuk bernapas. Dorong napas dalam perlahan atau napas bibir sesuai dengan kebutuhan/toleransi individu.
Rasional : pengiriman oksigen dapat diperbaiki dengan posisi
duduk tinggi dan laithan napas untuk menurunkan kolaps jalan napas, dispnea dan kerja napas.
4.      Dorong mengeluarkan sputum, pengisapan bila diindikasikan.
Rasional : kental tebal dan banyak sekresi adalah sumber utama
gangguan pertukaran gas pada jalan napas kecil, dan pengisapan dibuthkan bila batuk tak efektif.
5.      Auskultasi bunyi napas, catat area penurunan aliran udara dan/atau bunyi tambahan.
Rasional ; bunyi napas mingkin redup karena penurrunan aliran
udara atau area konsolidasi. Adanya mengi mengindikasikan spasme bronkus/tertahannya sekret. Krekles basah menyebar menunjukan cairan pada interstisial/dekompensasi jantung.
6.      Awasi tanda-tanda vital dan irama jantung.
Rasional : takikardi, disiretmia dan perubahan tekanan darah dapat
menunjuak efek hipoksemia sistemik pada  fungsi jantung.
7.      Berikan oksigen tambahan yang sesuai dengan indikasi hasil GDA dan toleransi pasien.
Rasional : dapat memperbaiki/mencegah memburuknya hipoksia. 
Catatan ; emfisema koronis, mengatur pernapasan pasien ditentikan oleh kadar CO2 dan mungkin dikkeluarkan dengan peningkatan PaO2 berlebihan.
( Doenges, 1999. hal 158 ).
3)      Gangguan rasa nyaman : nyeri berhubungan dengan proses peradangan pada selaput paru-paru.
Tujuan : Rasa nyeri berkurang sampai hilang.
Kriteria hasil     :
-   Klien mengatakan rasa nyeri berkurang/hilang.
-   Ekspresi wajah rileks.
Intervensi.
1.      Tentukan karakteristik nyeri, miaalnya ; tajam, konsisten, di tusuk, selidiki perubahan karakter/intensitasnyeri/lokasi..
Respon : Nyeri dada biasanya ada dalam beberapa derajat
                pneumonia, juga dapat timbul komplikasi seperti
                perikarditis dan endokarditis.
2.      Pantau tanda-tanda vital.
Rasional : Perubahan frekuensi jantung atau TD menunjukan 
                  bahwa pasien mengalami nyeri, khususnya bila alas an
                  lain untuk perubahan tanda-tanda vital.
3.      Berikan tindakan nyaman, misalnya ; pijatan punggung, perubahan posisi, musik tenang/perbincangan, relaksasi/latihan napas.
Rasional : Tindakan non-analgetik diberikan dengan sentuhan
lembut dapat menghilangkan ketidaknyamanan dan memperbesar efek terapi analgesic.
4.      Tawarkan pembersihan mulut dengan sering.
Rasional : Pernapasan mulut dan terapi oksigen dapat mengiritasi
dan mengeringkan memberan mukosa, potensial ketidaknyamanan umum..
5.      Anjurkan dan bantu pasien dalam teknik menekan dada selama episode batuk.
Rasional : Alat untuk mengontrol ketidaknyamanan dada
sementara meningkatkan keefektipan upaya batuk.
6.      Berikan analgesic dan antitusif sesuai indikasi.
Rasional : Obat ini dapat digunakan untuk menekan batuk non
produktif/proksimal atau menurunkan mukosa berlebihan, meningkatkan kenyamanan/istirahat umum.
 ( Doenges, 1999. hal 171 ).
4)      Kurang pengetahuan mengenai proses dan prognosis penyakit berhubungan dengan kurang informasi.
Tujuan : Klien mengerti tentang penyakit, perawatan dan
  program pengobatannya..
Kriteria hasil     :
-         Klien memahami proses penyakit dan kebutuhan pengobatan.
-         Melakukan perilaku/perubahan pada hidup untuk memperbaiki kesehatan umum dan menurunkan resiko pengaktifan ulang COPD.
-         Mengidentifikasi gejala yang menerlukan evaluasi intervensi.
Intervensi.
1.      Jelaskan/kuatkan penjelasan proses penyakit individu. Dorong pasien/orang terdekat untuk menanyakan pertanyaan.
                              Respon : menurunkan ansietas dan dapat menimbulkan perbaikan
                                             partisipasi pada rencana pengobatan.
2.      Instruksikan/kuatkan rasional untuk latihan napas, batuk efektif, dan latihan kondisi umum.
Rasional : Napas bibir dan napas abdominalis/diafragmatik
                  menguatkan otot pernapasan, membantu meinimalkan
                  kolaps jalan napas kecil, dan memberikan indivisu arti
                  untuk mengontrol dispnea. Latihan kondisi umum
                  meningkatkan toleransi aktivitas, kekuatan otot, dan
                  rasa sehat.
3.      Diskusikan obat pernapasan, efek samping dan reaksi yang tidak diinginkan/
Rasional : Pasien ii sering mendapatkan obat pernapasan banyak
sekaligus yang mempunyai efek samping hamper sama dan potensial interaksi obat. Penting bagi pasien memahami perbedaan antara efek samping menganggu (obat dilanjutkan) dan efek samping merugikan (obat mungkin dihentikan/diganti).
4.      diskusikan factor individu yang menigkatkan kondisi, misalnya ; udara terlalu kering, angina, lingkungan dan suhu ekstrem, serbuk, asap tembakau, seprai aerosol, polusi udara. Dorong pasien/orang terdekat untuk mencari cara mengontrol faktor ini dan sekitar rumah.
Rasional : factor lingkungan ini dapat menimbulkan/meningkatkan
iritasi bronchial menimbulkan peningkatan produksi sekret dan menjadi hambatan jalan napas.
5.      Kaji efek bahaya merokok dan nasehatkan menghentikan merokok pada pasien dan/atau orang terdekat.
Rasional : Penghentian merokok dapat memperlambat/menghambat kemajuan COPD. Namun meskipun pasien ingin menghentikan merokok, diperlukan kelompok pendukung dan pengawas medis. Catatan : penelitian menunjukan bahwa rokok “ side-streams “ atau “second hand’ dapat terganggu seperti halnya merokok nyata.
6.      diskusikan tentang pentingnya mengikuti perawatan medik, foto dada periodik, dan culture sputum.
Rasional : Pengawasan proses penyakit untuk membuat program
tetapi untuk memenuhi perubahan kebutuhan dan dapat membantu mencegah komplikasi.
 ( Doenges, 1999. hal 162 ).

4.      Perencanaan pulang.
Untuk meningkatkan efisiensi pernapasan secara maksimal, anjurkan klien untuk :
a.       Secara bertahap dalam beraktivitas dan gaya hidup sehari-hari yang harus direncanakan untuk mencegah kekambuhan.
b.      Mampu mengendalikan stress dan emosional sebagai faktor pencetus terjadinya sesak
c.       Memenuhi kebutuhan istirahat yang cukup dan mematuhi terapi.
d.      Mentaati aturan terapi pengobatan dan selalu control ulang.
e.       Meningkatkan nutrisi yang adekuat.





           
         


Tidak ada komentar:

Posting Komentar